Indonesia adalah negara dengan sistem Demokrasi. Demokrasi menjadi proses sejarah serta perkembangan politik di Indonesia. Artinya bentuk pemerintahan yang mengambil keputusan-keputusan penting didasarkan dari kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas pada rakyat. Demokrasi menempatkan pentingnya musyawarah untuk mencapai tujuan. Pertanyaannya, apakah demokrasi di Indonesia saat ini dilakukan dengan jujur dan benar?
Faktanya selama beberapa tahun terakhir, demokrasi di Indonesia mengalami penurunan. (Prabowo Subianto, 2024) mengatakan "Izinkan saya memberi kesaksian bahwa demokrasi sangat-sangat melelahkan, demokrasi sangat berantakan, demokrasi sangatlah costly. Dan sampai sekarang masih tidak puas dengan demokrasi kita." Demokrasi Indonesia menempatkan kepentingan musyawarah untuk mencapai konsensus yang terkadang makan waktu yang cukup banyak. Maka membuat beberapa pihak tertentu merasa capek.Â
"Dalam banyak hal, musyawarah yang dilakukan sering memicu ketegangan di tengah masyarakat dan berujung deadlock. Akhirnya, keputusan yang diambil tidak benar-benar bisa memuaskan semua pihak dan cenderung kompromitis" (Alfath, 2024). Lalu besarnya pembiayaan pemilu yang didanai oleh negara, partai politik maupun kandidat. "Sementara biaya yang harus dikeluarkan calon legislatif termasuk biaya untuk mendekati dan merawat konstituen-juga diprediksi meningkat, yang nilainya sangat fantastis hingga mencapai miliaran rupiah" (Alfath, 2024).Â
Tidak lama ini terjadi hal kontroversial dalam demokrasi Indonesia hingga terjadinya aksi demo dengan gerakan "Peringatan Darurat Indonesia". Aksi demo tersebut terdiri dari beberapa masyarakat sipil, seperti buruh hingga mahasiswa. Puncak demo pada hari Kamis 22 Agustus 2024, pukul 11.00 WIB di depan Gedung DPR, Jakarta beserta dengan gambar Garuda Pancasila bertuliskan "peringatan darurat". Tetapi karena masalah ini menimbulkan kontroversi yang besar, masyarakat di daerah lain juga melakukan demo ini dengan aksi yang berbeda-beda.Â
Tujuan dari demo ini untuk menolak Revisi UU Pilkada dan respon masyarakat usai DPR dinilai telah melakukan tindakan inkonstitusional karena telah mengabaikan keputusan Mahkamah Konstuti terkait syarat pencalonan kepala daerah. Menurut (Dr. Yance Arizona, 2024) Dosen Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum UGM mengatakan "Sebenarnya ini merupakan akumulasi dari protes-protes sebelumnya terkait dengan cara penyelenggaraan pemerintah yang tidak demokratis, tidak partisif, dan tidak transparan."Â
DPR RI untuk revisi UU Pilkada dinilai merancang pembangkangan atas putusan Mahkamah Konstuti tersebut. Mengembalikan ambang batas pencalonan kepala daerah sebesar 20% kursi DPRD atau 25% suara sah dan usia calon kepala daerah saat pelantikan. MK mengizinkan pencalonan kepala daerah dengan ambang batas suara terbanyak, yaitu 6,5% hingga 10% suara sah. MK juga mengatakan batas usia pencalonan yang tetap tidak berubah, minimal 30 tahun untuk gubernur serta 25 tahun untuk wali kota/bupati tetapi saat penetapan pencalonan KPU. Â
Dengan tegas diputuskan bahwa MK bertentangan dengan UUD 1945. MK telah menegaskan bahwa perhitungan harus diambil penetapan pasangan calon oleh KPU. Putusan MK bersifat final dan tidak dapat dibatalkan oleh DPR. Putusan MK bersifat berarti mengikat untuk semua pihak tanpa terkecuali .Putusan MK mengenai pencalonan kepala daerah berdampak pada Pilkada 2024. Dari putusan MK, Anies Baswedan mendapat peluang kembali pada Pilkada Jakarta 2024. Lalu DPI-P juga mencalonkan gubernur untuk dan wakil gubernur DKI Jakarta tanpa partai lainnya, karena MK menurunkan batas pencalonan kepala daerah dari 20% kursi DPR menjadi 7,5%.Â
Seharusnya pemerintah tidak melakukan keputusan ini karena akan menimbulkan masalah dan konflik. Keputusan untuk merevisi UU Pilkada tahun 2024 tidak bertanggung jawab dan tidak demokratis. DPR dianggap oleh beberapa kalangan untuk meloloskan Kaesang Pangarep di Pilkada Jawa Tengah. Pada akhirnya putusan ini menyebabkan demo besar-besaran di Jakarta. Demo dapat membawa kerugian, konflik sosial antara demonstran dengan pihak yang berwenang, serta dapat mengganggu aktivitas bagi orang lain.Â
Demokrasi di Indonesia sudah mengalami penurunan, melelahkan, dan mulai berantakan. Kedepannya pemerintah harus lebih bijaksana dalam mengambil keputusan. keputusan akan berdampak pada masa depan negara kita, Indonesia. Jika tidak dilakukan dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan UUD 1945, maka akan sangat tidak menguntungkan. Lalu akibatnya akan menyebabkan banyak perpecahan dan konflik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H