Mohon tunggu...
Jo Aj
Jo Aj Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Konten

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

LKekerasan, Diskriminasi, dan Kesetaraan Gender: Perempuan Mulailah BicaraMeski bisa terjadi kepada siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, kekerasa

23 Januari 2025   20:19 Diperbarui: 23 Januari 2025   08:22 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Meski bisa terjadi kepada siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, kekerasan, dan diskriminasi gender seolah telah menjadi aspek bahasan yang melekat kepada perempuan. Kekerasan terhadap perempuan, oleh Poerwanti (dalam Sadli, 2000), dikelompokkan ke dalam lima jenis, yakni: (1) kekerasan fisik, seperti memukul, menampar, mencekik, dan menendang, (2) kekerasan psikologis, seperti berteriak, menyumpah, mengancam, merendahkan, dan menguntit, (3) kekerasan seksual yang berupa tindakan yang mengarah ke ajakan atau desakan seksual, (4) kekerasan finansial, misalnya mengambil uang korban, dan (5) kekerasan spiritual, misalnya dilakukan dengan merendahkan keyakinan atau kepercayaan korban.

Berbagai jenis kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan masih menjadi isu yang hangat hingga saat ini. Bahkan, berdasarkan Catatan Tahunan 2017 Komnas Perempuan (dalam www.nasional.kompas.com), tercatat ada 259.150 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi selama tahun 2016 dengan rincian: di ranah personal, Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) menempati peringkat pertama dengan 5.784 kasus, disusul kekerasan dalam hubungan asmara 2.171 kasus, dan kekerasan terhadap anak perempuan 1.799 kasus.

Charlotte Bunch, tokoh yang telah memulai transformasi konsep HAM, menyatakan bahwa isu perempuan tidak bisa lagi dianggap sebagai isu marjinal (isu pinggiran tidak penting) dan harus digeser ke tengah (Sadli, 2000). Hal itu berarti bahwa secara konkret, isu perempuan harus menjadi fokus perhatian negara di tingkat nasional, regional, dan internasional. Sementara itu, perjuangan terhadap hak asasi perempuan tidak mungkin bisa dipisahkan dari perjuangan memperoleh kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.

Beberapa kalangan, sebagaimana yang pernah saya temui sendiri, menganggap bahwa perjuangan terhadap kesetaraan gender tidak relevan dilakukan di Indonesia. Hal itu karena di Indonesia, perempuan dianggap telah mendapatkan hak yang sama dan setara dengan laki-laki. Misalnya saja, suara perempuan sudah ikut diperhitungkan dalam Pemilihan Umum, perempuan bebas menyuarakan pendapatnya, dan perempuan bebas memperoleh pendidikan layaknya laki-laki. Namun, setidaknya saya rasa, dengan masih banyaknya kasus diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan, kesetaraan gender masih sangat relevan untuk diperjuangkan di Indonesia.

1/9

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun