Banyak orang yang punya ingatan yang panjang. Akan tetapi, banyak pula orang yang punya ingatan yang pendek. Wali Kota Padang, Mahyeldi, barangkali termasuk orang yang punya ingatan singkat.
Dalam debat Pilkada Padang 2019, Mahyeldi berjanji memenuhi masa tugasnya sebagai wali kota periode kedua apabila terpilih. Setahun kemudian, dia mengingkari janji itu dengan maju sebagai calon gubernur pada Pilkada Sumbar 2020.
Namun, bisa jadi saya salah. Mahyeldi mungkin bukan orang yang memiliki ingatan yang pendek. Dia pasti ingat bahwa pada tahun 2019 dia berjanji kepada masyarakat Kota Padang untuk memenuhi amanah selama lima tahun sebagai wali kota jika terpilih. Hanya saja, keinginan untuk meraih kedudukan yang lebih tinggi mengakibatkannya mengingkari janji. Jadi, dia sengaja mengingkari janjinya sendiri.
Mengingkari janji adalah perbuatan buruk. Perbuatan buruk tidak selalu dihitung sebagai dosa. Perbuatan buruk yang termasuk dosa adalah perbuatan buruk yang sengaja dilakukan. Sementara itu, perbuatan buruk yang tidak disengaja tidak dianggap dosa. Soal dosa, dosa yang disengaja lebih besar daripada dosa yang tidak disengaja. Sebagai buya, Mahyeldi tentu tahu itu.
Kalau boleh menebak, Mahyeldi maju sebagai calon gubernur mungkin karena dia tidak harus mundur sebagai Wali Kota Padang untuk maju ke Pilkada Sumbar 2020. Kepala daerah memang tidak diwajibkan mundur apabila maju pada pilkada. Yang diwajibkan mundur adalah anggota DPR dan DPRD. Kepala daerah yang ikut pilkada hanya diwajibkan cuti selama masa kampanye. Dengan demikian, dia tidak punya beban untuk maju ke Pilkada Sumbar. Jika menang, dia menjadi gubernur. Apabila kalah, dia kembali menjadi Wali Kota Padang.
Jadi, Mahyeldi tidak “bertaruh” dengan jabatannya sebagai wali kota ketika memutuskan maju ke Pilkada Sumbar karena dia tidak harus memilih: tetap menjadi wali kota atau meninggalkan jabatan tersebut. Mahyeldi hanya “bertaruh” dengan masyarakat Kota Padang yang telah memilihnya sebagai wali kota. Mengapa “bertaruh”? Karena ada pilihan yang harus dia pilih. Apabila menang Pilkada Sumbar, dia menjadi gubernur dan meninggalkan masyarakat Kota Padang. Jika tidak menang, dia kembali menjadi wali kota.
Tentu saja pendukung Mahyeldi akan melakukan pembelaan. Menurut pendukungnya, Mahyeldi tidak meninggalkan masyarakat Kota Padang jika menjadi Gubernur Sumbar. Bagi mereka, mengurus Kota Padang akan lebih mudah dilakukan Mahyeldi jika menjadi gubernur.
Benar! Dulu Jokowi, sewaktu menjadi Gubernur DKI Jakarta, juga bilang begitu ketika maju sebagai calon presiden pada tahun 2014. Jokowi mengatakan, lebih mudah mengurus Jakarta jika menjadi presiden.
Namun, ketika itu simpatisan PKS mengatakan Jokowi tidak amanah karena pernah berjanji memenuhi jabatan selama lima tahun sebagai Gubernur DKI Jakarta. Beranikah simpatisan PKS mengatakan Mahyeldi tidak amanah karena meninggalkan jabatan Wali Kota Padang jika terpilih menjadi Gubernur Sumbar?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H