Kegiatan di Kolese Kanisius membantu saya untuk lebih membuka diri dan menjalin koneksi baru melalui berbagai kesempatan yang memaksa saya untuk keluar dari zona nyaman. Menurut saya, untuk mengubah kebiasaan diperlukan sedikit paksaan agar kita tidak terjatuh kembali pada kebiasaan lama, dan paksaan inilah yang menjadi dorongan untuk mengubah diriku menjadi lebih baik. Selama tiga tahun, saya berkembang menjadi pribadi yang lebih aktif dan komunikatif melalui kegiatan seperti ILT, yang merupakan semacam ospek yang sangat menyenangkan, Jambore, serta kepanitiaan di acara seperti Edufair dan CC Cup. Melalui kesempatan yang diberikan sekolah, saya berhasil mengasah kemampuan diri terutama keberanian saya dalam menjalin koneksi baru.
Waktu pertama kali mengikuti ILT, saya sempat merasa ragu dan canggung. Pada waktu itu, saya harus berkenalan dan tinggal di tenda yang sama dengan banyak orang yang sama sekali belum saya kenal. Namun, ternyata serunya luar biasa. Kami sekelompok diminta untuk bekerja sama dalam berbagai tantangan aneh. Pada awalnya, saya merasa canggung melakukan tantangan-tantangan dengan teman baru saya, tetapi dari paksaan itu saya mulai akrab dengan beberapa teman. Beberapa kali saya berpikir, jika tidak ada paksaan seperti ILT ini, kemungkinan saya masih menjadi orang yang pendiam di pojokan kelas, menghindari interaksi.
Selain ILT, pengalaman di Jambore juga memberikan pengaruh besar bagi perkembangan diri saya. Awalnya, saya berpikir kegiatan luar ruang seperti ini akan membuat saya lelah dan malas. Namun, ketika tiba di lokasi, suasananya berbeda dari yang saya bayangkan. Kami harus bermalam di tenda kembali, dan belajar cara melakukan social survival, dengan ditugaskan untuk membantu beberapa warga di desa. Ada satu momen yang tidak akan pernah saya lupakan.Â
Pada waktu itu, kami sekelompok harus berjalan dengan peta dan kompas untuk mencari game pos. Saya merasakan lelah yang tak ada bandingnya ketika mendaki melalui medan yang sangat menggunung di desa, kelompok saya beberapa kali berhenti untuk melakukan istirahat. Pada salah satu tempat pemberhentian kita, kelompok saya diberikan air minum oleh salah satu warga di desa itu ketika melihat kondisi kita semua, dari hal itu saya belajar banyak. Bekerja sama dalam situasi sulit seperti itu membuat saya lebih memahami satu sama lain. Selain itu, kebaikan seseorang pada kondisi yang sulit sangat menambah semangat, walaupun hanya mendapatkan bantuan kecil.
CC Cup mungkin salah satu momen paling seru dan berkesan dalam perjalanan saya di Kolese Kanisius. Menjadi panitia acara sebesar itu jelas bukan hal mudah. Saya masih ingat ketika saya menjadi penjaga scoreboard pertandingan volly yang berada di lapangan outdoor yang sangat berangin sehingga sering sekali score yang perlu saya ganti terjatuh berhamburan. Setiap kali hal itu terjadi, saya merasa tertekan karena terlihat oleh semua pengunjung, tetapi di situ saya belajar betapa pentingnya kerja sama dan komunikasi yang baik, terutama dengan para koordinator dan sesama anggota seksi. Dari pengalaman ini, saya belajar bagaimana menghadapi situasi tak terduga dan menekan dengan tenang, serta cara untuk berkomunikasi dan menjaga hubungan baik dengan orang lain.
Pengalaman-pengalaman ini tidak hanya mengasah kemampuan kepemimpinan dan komunikasi saya, tetapi juga membantu saya benar-benar memahami arti commitment dan compassion. Di Kolese Kanisius, saya belajar bahwa kepemimpinan bukan hanya memegang kuasa untuk perihal memberi perintah kepada orang lain saja, melainkan juga tentang melibatkan diri secara aktif dalam segala hal, dan bekerja keras untuk kebaikan bersama. Keterlibatan dalam berbagai kegiatan ini membuat saya saat ini menjadi pribadi yang jauh lebih matang dan lebih terbuka dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H