Mohon tunggu...
Tejo Wahyono
Tejo Wahyono Mohon Tunggu... pegawai negeri -

tidak tahu ingin tahu belum bisa ingin bisa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sein Kiri Belok Kanan

28 April 2014   05:21 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:07 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Memang bikin jengkel ketika kendaraan di depan kita lampu sein kiri nyala ternyata belok kanan. Kita salip karena kendaraan tersebut berjalan lambat dan lampu sein nyala sebelah kiri, ee.. ternyata belok kanan, sehingga kalau kita tidak waspada bisa terjadi kecelakaan.

Sein kiri belok kanan pernah kualami.Seorang ibu-ibu pengendara sepeda motor di depanku. Jalan lurus ada pertigaan kanan jalan. Sepeda motor itu sein kiri, kukira mau belok kiri ke rumah sehingga saya ambil kanan mau menyalip. Ternyata motor itu belok kanan membuat sayabanting setir kanan dan ijak rem sekuat tenaga. Mobilku berhenti dengan jarak kurang dari 30 cm di depan tiang beton lampu penerang jalan. Bekas gesekan ban di aspal legam menghitam. Salah satu dari dua pemuda yang nongkrong di pertigaan membentak si Ibu “ooww....riting kiri malah belok kanan”.

Ibu itu menghampiriku dengan wajah pucat dan gemetar. “Maaf Mas saya tidak sengaja” ucap ibu itu memelas sambil merapatkan kedua tangannya di depan dada. Saya teringat ibuku, mungkin juga ibu kalau naik sepeda motor seperti ini. Nyalakan lampu sein (entah benar atau salah) tanpa lihat spion langsung belok. Tak kupungkiri rasa dongkol itu ada, tapi mau bagaimana lagi yang kuhadapi ibu-ibu tua dan mengakui salah. Kubuka pintu mobil, keluar dan menyalaminya. “Ibu tidak apa-apa? Lain kali hati-hati Bu! Lampu sein jangan salah arah dan lihat kaca spion!”

Beberapa orang yang melihat kejadian berdatangan. Beberapa diantara berkomentar: “Untung tidak ada kendaraan lain yang lewat.” “Untung remnya sehat.” “Orang jawa memang selalu untung. Kecelakaan-pun masih dibilang untung” batinku sambil menahan dongkol.

Kecelakaan akibat kelalaian pengendara biasanya berujung perang mulut saling menyalahkan. Kecelakaan itu umumnya tidak disengaja tapi menyulut emosi terbuka. Hal ini memang berbeda dengan permasalahan di rumah, di masyarakat, ataupun di kantor, yang memaksa kita harus bisa diam menahan emosi terbuka walaupun kita benar. Namanya manusia ada saja yang kerjaannyamenggunjing (ghibah), atau bahkan dengan sengaja dan sadar merekayasa agar kita salah.

Kajadian yang disengaja untuk mencelakai, kita dapat menahan diri. Mengapa “sein kiri belok kanan” yang tidak disengaja biasanya memicu emosi terbuka? Sebaiknya kita tetap bersabar, atau jika merasa dirugikan kita bisa berdamai dengan meminta ganti rugi perbaikan kerusakan kendaraan.

Kita juga perlu introspeksi, misalnya saya sendiri yang terbiasa naik sepeda motor sport ketika naik motor bebek kadang lupa maunya naik gigi malah turun gigi. Waktu nyetir juga begitu, biasa manual nyetir mobil matic, maunya injak kopling ternyata ngerem.

Ketika berkendara selalulah waspada! Banyak hal yang tidak terduga berakibat bencana. Ketika terjadi kecelakan akibat kelalaian orang lain, walaupun hati panas kepala tetaplah dingin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun