Mengapa seseorang yang berusia 26 tahun dianggap tidak layak untuk sebuah pekerjaan? Mengapa pengalaman kerja 5 tahun selalu menjadi syarat mutlak? Pertanyaan-pertanyaan ini seringkali muncul di benak para pencari kerja yang menghadapi aturan lamaran kerja di Indonesia yang terkesan kaku dan tidak relevan.
Aturan-aturan kaku dalam proses perekrutan ini seringkali dianggap sebagai bentuk birokrasi yang menghambat. Padahal, di tengah tingginya angka pengangguran di Indonesia, banyak lulusan baru maupun mereka yang sudah berpengalaman kesulitan mendapatkan pekerjaan yang sesuai.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran di Indonesia mencapai 7,20 juta orang pada Februari 2024. Meskipun terjadi penurunan dibandingkan periode sebelumnya, angka tersebut masih tergolong tinggi dan menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah pengangguran tertinggi di ASEAN.
Lantas, mengapa aturan lamaran kerja di Indonesia seperti ini masih dipertahankan?
Batasan Usia: Sebuah Diskriminasi Terselubung?
Saat ini, usia sering kali menjadi patokan utama dalam seleksi calon karyawan. Padahal, keterampilan, potensi, dan motivasi seharusnya menjadi pertimbangan utama. Batasan usia 25 tahun yang sering diterapkan oleh banyak perusahaan seolah-olah menyiratkan bahwa seseorang yang berusia di atas angka tersebut sudah tidak produktif atau tidak layak lagi untuk bekerja.
Padahal, banyak orang yang berusia di atas 25 tahun memiliki pengalaman hidup dan kerja yang kaya, serta jaringan yang luas. Mereka sering kali lebih matang, bertanggung jawab, dan memiliki etos kerja yang tinggi. Mengapa potensi mereka harus terabaikan hanya karena batasan usia tersebut?
Pengalaman Kerja: Antara Kebutuhan dan Kenyataan
Persyaratan pengalaman kerja yang tinggi juga menjadi kendala tersendiri bagi para pencari kerja, terutama bagi fresh graduate atau mereka yang baru saja beralih karir. Misalnya, sebuah perusahaan membutuhkan karyawan dengan pengalaman kerja minimal 5 tahun di bidang tertentu. Padahal, untuk mendapatkan pengalaman kerja yang banyak, seseorang membutuhkan kesempatan untuk bekerja terlebih dahulu. Terjebak dalam lingkaran setan seperti ini tentu sangat menyulitkan.
Solusinya Apa?
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan perubahan paradigma dalam proses rekrutmen. Perusahaan perlu lebih terbuka untuk memberikan kesempatan kepada para pencari kerja dari berbagai latar belakang dan usia. Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain:
- Merevisi Peraturan Terkait Perekrutan: Pemerintah perlu merevisi peraturan yang mengatur tentang perekrutan tenaga kerja agar lebih fleksibel dan tidak diskriminatif.
- Meningkatkan Kualitas Pendidikan dan Pelatihan: Pendidikan dan pelatihan yang berkualitas dapat meningkatkan keterampilan dan daya saing tenaga kerja Indonesia.
- Memperkuat Peran Lembaga Penempatan Tenaga Kerja: Lembaga penempatan tenaga kerja perlu lebih proaktif dalam membantu pencari kerja menemukan pekerjaan yang sesuai.
- Meningkatkan Kesadaran Perusahaan: Perusahaan perlu mengubah mindset mereka dan lebih terbuka terhadap talenta-talenta baru yang memiliki potensi besar.
Aturan lamaran kerja yang kaku dan tidak relevan merupakan salah satu hambatan terbesar dalam upaya mengurangi angka pengangguran di Indonesia. Pemerintah dan perusahaan perlu bekerja sama untuk menciptakan pasar kerja yang lebih inklusif dan memberikan kesempatan yang sama bagi semua orang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H