Mohon tunggu...
zainudin zen
zainudin zen Mohon Tunggu... karyawan swasta -

senantiasa bersyukur atas semua yang ada

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Masih Pantaskah Demokrat Menjadi Kendaraan Dahlan

6 Januari 2014   20:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:05 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1389015006940071157

Soal elpiji 12 kg Dahlan Iskan memang sudah mengaku bersalah. Tak perlu menyalahkan Pertamina kata Dahlan, cukup dia yang bertanggung jawab. Harga pun direvisi. Dengan harga baru sebagian buntung sebagian malah happy. Bila Pertamina gigit jari karena tetap rugi, sebagian politikus membusungkan dada memamerkan nyali. Secuil nyali yang hanya tahu bahwa mereka tak tahu menahu soal kenaikan ini.

Adalah menarik mencermati sikap partai Demokrat, tempat Dahlan menjadi peserta Konvensi Presiden beserta 10 kandidat lainnya. Sikap resmi Demokrat disampaikan langsung oleh Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) sang sekjen yang sekaligus putra Presiden SBY.

"Partai Demokrat tidak setuju dan menolak kenaikan harga elpiji 12 kilogram oleh Pertamina karena dengan kenaikan harga elpiji ini, apalagi kenaikan harga lebih dari 60 persen, akan menimbulkan inflasi ataupun kenaikan harga yang akhirnya akan membebani rakyat kita," demikian kata Ibas. Sekjen PD ini juga menekankan bahwa kebijakan korporat (Pertamina) ini tidak dilaporkan kepada Presiden.

Bila pernyataan semacam ini dilontarkan oleh politisi PDIP tentu sangat wajar karena mereka mengambil sikap oposisi terhadap pemerintah. Tetapi bila dikeluarkan oleh politisi PD yang merupakan partai penguasa tentu menark untuk disimak. Kesannya jadi ada dualisme pandangan soal elpiji 12 kg ini, Dahlan sebagai wakil sah pemerintah di RUPS Pertamina disatu sisi dan Partai Demokrat disisi lainnya sebagai partai penguasa.

Dahlan akhirnya memang memilih mundur dengan mengaku salah, tapi bukan berarti dia salah. Dahlan Iskan adalah sosok yang cerdik sekaligus tak mudah menyerah. Saat dia memilih mentaati instruksi Presiden SBY untuk mencari solusi harga gas terbaik bersama BPK, itu artinya sebagian tujuannya telah tercapai. Menekan kerugian pertamina sekaligus menyelamatkan Direksi Pertamina dari jerat tuduhan korupsi oleh KPK. Bagaimana KPK mau menuduh ada indikasi korupsi kalau yang merekomendasikan jual gas rugi salah satunya adalah BPK yang mengaudit pertamina itu sendiri.

Bukankah KPK baru masuk bila sudah ada indikasi korupsi yang datanya diperoleh dari audit BPK sebagai lembaga audit resmi pemerintah.

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa Dahlan cukup kecewa dengan gagalnya upaya pertamina menaikkan harga jual gasnya. Bukankah menurut Dahlan selama ini pemerintah selalu mencoba menghalangi Pertamina menaikkan harga elpiji kategori non subsidi ini.

"Pada waktu awal tahun harga elpiji mau dinaikkan, ada yang bilang awal tahun kok harganya naik. Kemudian pertengahan tahun, ada yang bilang pertengahan tahun kok naik. Hingga menjelang pilpres harga naik, juga dibilang mau pilpres kok harga elpiji naik," ungkapnya. Mau sampai kapan pemerintah menahan harga elpiji ini.

Sesungguhnya Dahlan sendiri sebenarnya sudah sangat gregetetan, masygul dan dongkol terhadap kerja dan kebijakan birokrat pemerintahan SBY ini.

Bila sudah seperti itu masih pantaskah Demokrat menjadi kendaraan Dahlan untuk Nyapres? Bagaimana mungkin Dahlan mau diusung oleh partai yang kebijakannya bertolak belakang visi dia mengelola negara ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun