Baru-baru ini, kebijakan larangan bisnis jual beli pakaian impor bekas atau thrifting yang dikeluarkan oleh pemerintah menuai kontroversi di kalangan masyarakat. Politikus dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Adian Napitupulu ikut angkat bicara dan mempertanyakan alasan di balik kebijakan tersebut.
Menurut Adian, alasan yang diberikan oleh pemerintah bahwa thrifting mengganggu usaha mikro kecil menengah (UMKM) tidaklah beralasan. Ia menyebutkan bahwa alasan yang sebenarnya adalah untuk memuluskan impor pakaian jadi dari China ke Indonesia.
Adian yang juga pecinta thrifting mengungkapkan bahwa impor pakaian jadi dari China menguasai sekitar 80 persen pasar di Indonesia, berdasarkan data yang dihimpun dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia. Adian juga menambahkan bahwa pada tahun 2019, impor pakaian jadi dari China mencapai 64.660 ton, sedangkan impor pakaian bekas hanya sebesar 417 ton atau kurang dari 0,6 persen dari impor pakaian jadi dari China.
Sementara pada tahun 2021, impor pakaian jadi dari China mencapai 57.110 ton, sedangkan impor pakaian bekas hanya sebesar 8 ton atau hanya 0,01 persen dari impor pakaian jadi dari China. Pada tahun 2022, impor pakaian jadi dari China sebesar 51.790 ton dan pakaian bekas impor hanya 66 ton atau 0,13 persen saja.
Dari data-data tersebut, Adian menegaskan bahwa alasan larangan thrifting untuk melindungi UMKM sebenarnya tidak relevan. Sebab, 80 persen UMKM Indonesia sebenarnya dibunuh oleh pakaian jadi impor dari China.
Adian juga mempertanyakan langkah Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan dan Menkop UKM Teten Masduki yang ngotot dalam melarang impor pakaian bekas. Ia menilai, para menteri tersebut seharusnya berupaya mengevaluasi peraturan dan jajarannya untuk memberi ruang hidup lebih besar, melatih cara produksi, cara marketing bahkan kalau perlu membantu para UMKM itu menerobos pasar luar negeri.
"Kenapa para menteri itu tidak berupaya mengevaluasi peraturan dan jajarannya untuk memberi ruang hidup lebih besar, melatih cara produksi, cara marketing bahkan kalau perlu membantu para UMKM itu menerobos pasar luar negeri. Sekali lagi, mencari kambing hitam memang jauh lebih mudah dari pada memperbaiki diri," tegas Adian.
Sejauh ini, para menteri tersebut belum memberikan argumentasi rasional dalam memburu pelaku thrifting. Adian berharap agar para menteri tidak memberi data dan cerita yang tidak benar pada Presiden, terkait dampak pakaian bekas impor terhadap UMKM dan dampak pakaian baru impor dari Negara China.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H