Beberapa hari belakangan diriku berada di lokasi perdesaan melakukan tugas lapangan. Tepatnya di Desa Kaligintung, Kecamatan Temon > merupakan wilayah di Kabupaten Kulonprogo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Lokasi tugasku ini berada pada kilometer 30-an dari pusat kota Yogyakarta, sebagai pintu masuk sisi barat dari Provinsi DIY di jalur selatan Jawa, berbatas wilayah dengan Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah (Jateng).
Mengingat tema pekerjaan lapangan bersentuhan dengan teknologi informasi dan pemberdayaan masyarakat setempat maka survai wilayah setempat perlu dilakukan untuk mengetahui, mengenali serta memahami kondisi sekaligus potensi setempat. Jelajah lokasi, menemui tokoh-tokoh setempat, langkah dokumentasi layak dilakukan untuk bahan presentasi dan pembahasan bersama.
Dalam jelajah yang sempat kulakukan, ditemui banyak potensi desa yang perlu ditemukenali dan jika hal tersebut dikomunikasikan kepada khalayak luas > bukan tidak mungkin bisa mendatangkan perhatian, memikat sekaligus mengundang pihak berkompeten untuk mengunjunginya.
[caption id="attachment_141601" align="alignleft" width="300" caption="panen melon di Kaligintung"][/caption]
Desa Kaligintung yang memiliki hamparan luas lahan pertanian, banyak ditemui tanaman padi dan palawija. Namun sisi lain yang tak kalah menarik di antaranya ditemui budidaya tanaman buah melon, semangka, serta cabe merah keriting yang hasilnya dikirim untuk memenuhi kebutuhan di kota-kota besar seputaran DIY dan Jateng.
Di samping aktivitas rutin di bidang cocok tanam (pertanian) dan usaha-usaha perekonomian rakyat perdesaan, ternyata desa yang menjadi ”percontohan” di kementerianku ini ditemui beberapa kegiatan sosial budaya. Di antaranya seni tradisional kuda lumping/jatilan, karawitan grup musik keroncong, dangdut, slawatan. Ada juga klub olahraga badminton, bola voli, sepakbola dan senam.
[caption id="attachment_141602" align="alignleft" width="300" caption="kuda lumping"][/caption]
Di lokasi ini terdapat sebuah tempat yang sesungguhnya memiliki nilai sejarah. Namun jarang disentuh media massa dan sedikit dipublikasikan sehingga gaungnya kurang terdengar. Itulah yang disebut Makam Girigondo, sebuah persemayaman terakhir para kerabat Puro Pakualaman, termasuk almarhum Paku Alam VIII berada dalam kompleks makam tersebut.
Kondisi kompleks Makam Girigondo ini terkesan kuno namun sesungguhnya artistik. Sayang sekali dalam pengelolaannya terlihat secara apa adanya, sehari-hari lingkungan ini nampak sunyi, sepi dan penuh semilir angin sepoi-sepoi membuat diri ngantuk di seputaran makam tersebut. Hanya ditemui sebuah warung kecil sebelum menuju pintu gerbang makam, sedangkan di sisi barat gerbang berdiri sebuah masjid dan masih aktif difungsikan oleh warga sekitarnya.
[caption id="attachment_141607" align="alignleft" width="300" caption="tangga menuju Makam Girigondo"][/caption] Menurut tokoh masyarakat setempat yang kutemui di lokasi, Pak Imam menuturkan bahwa sudah beberapa waktu terdengar selentingan jika Kompleks Makam Girigondo ini akan ditingkatkan menjadi obyek wisata ziarah. Pihak pemda setempat (Dinas Pariwisata Pemkab Kulonprogo) berniat menjadikan lokasi ini sebagai bagian dari tujuan wisata yang akan ditawarkan kepada khalayak yang berminat.
Namun sampai saat ini, Pak Imam yang juga aktivis mesjid menambahkan tak pernah ada kelanjutannya. Demikian halnya menurut Pak Carik Sugito yang belakangan ini selalu mendampingiku dalam jelajah desa, mengatakan bahwa makam ini pernah dikunjungi kalangan tertentu, seperti para ahli sejarah dan arkeologi yang sekaligus melakukan pengamatan historis.
~~~
Menjelajah Desa Kaligintung mengingatkan kita untuk selalu waspada. Desa yang wilayahnya dibelah rel kereta api Yogyakarta – Jakarta PP ini penuh lintasan berbahaya, dan hanya didapati sebuah lintasan berpalang pintu, sedangkan beberapa lintasan lainnya dapat dikatakan sebagai lintasan berbahaya karena tanpa palang pintu dan selama ini telah banyak merenggut nyawa. Berhati-hatilah jika anda memasuki wilayah Desa Kaligintung, jika tak ingin ”dicium” si baja merayap. He-he...
[caption id="attachment_141604" align="alignleft" width="300" caption="lintasan KA berbahaya"][/caption]
Desa Kaligintung yang dikomandani oleh Pak Kades Hepson Purnomo, dibantu Sekretaris Desa (sering disebut Pak Carik) Sugito dan diasisteni Mas Apri yang setiap hari kerja mengoperatori komputer ini bergiat menangani berbagai persoalan desa. Kehadiranku bersama tim untuk melengkapi seperangkat infrastruktur teknologi informasi, khususnya berkait internet ternyata mendapat sambutan baik.
Beberapa perangkat desa serta dukuh setempat, terutama yang masih usia muda juga mulai getol dan semakin tergugah untuk berkomputer sekaligus berinternetansekadar mencari pengetahuan/menambah wawasan dan berinteraksi dengan sesama. Bahkan sekarang mereka sudah bisa menghimpun informasi/gambar, posting-memosting berbagai peristiwa/kejadian yang ada di kelurahan Kaligintung untuk kemudian dipublikasikan melalui weblog desa setempat.
Hingga tulisan ini disusun (14/10), beberapa patah kata yang perlu mendapat perhatian dan disikapi bersama adalah pesan yang dilontarkan Pak Kades Hepson Purnomo, bahwa perkembangan teknologi informasi, khususnya telepon dan internet masuk desa hendaknya jangan hanya dijadikan sebagai alat untuk menyalurkan kesenangan dan hobi.
[caption id="attachment_141609" align="alignleft" width="300" caption="pelatihan internet di desa"][/caption] Lebih dari itu, Pak Kades mengharapkan kepada masyarakat setempat untuk mengoptimalkan telepon dan internet sebagai sarana komunikasi dalam rangka mempercepat arus informasi, menunjang aktivitas desa dan menjadikan hidup lebih efisien. Syukur-syukur sarana komunikasi ini dapat difungsikan sebagai bagian dari upaya pengembangan desa Kaligintung dan dapat meningkatkan kesejahteraan (ekonomi) masyarakat setempat. JM (14-10-2011).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H