Namun demikian berasa kurang lengkap bilamana kita hanya menuntut hak dan hak melulu, tanpa dibarengi kewajiban?
Lagi pula jika mengingat bahwa institusi media juga bisa disebut sebagai institusi sosial maka semua pihak atau semua orang yang terlibat di dalamnya tentu terikat dengan apa yang dinamakan tanggung jawab sosial. Aturan-aturan ini seringkali diistilahkan suatu tanggung jawab moral sebagai bangsa yang berbudaya, berketertiban sosial-politik dalam bingkai demokrasi.
Membincang persoalan komentar atau dalam komunikasi sebagai umpan balik (feedback) ini memang memerlukan perhatian tersendiri. Apalagi dikaitkan dengan karakteristik manusia sebagai pelakunya.
Komentar dalam hal ini sesungguhnya merupakan peristiwa psikologis dalam diri komunikan atau setidaknya ikut pula mencerminkan sikap/perilaku si komentator sehingga beberapa aspek ikut memengaruhinya.
Bagi mereka yang sudah melek media (literasi media), biasanya komentar-komentar atau tanggapan yang disampaikan melalui ruang publik media tidaklah asal-asalan.
Kemampuan soft skill mereka sudah terasah sehingga dampak yang ditimbulkannya telah pula dipertimbangkan. Mereka ini lebih peka dalam melakukan self control, bertanggung jawab, cerdas dan bijak dalam bermedia, sehingga berpikir sebelum bersikap/bertindak sudah melekat dalam kebiasaannya.
Komentar-komentar yang dilontarkan via ruang publik media (virtual) oleh tipe komentator ini berciri khas yaitu elok dikonsumsi berbagai kalangan, sopan dalam berbahasa, tidak apriori (lebih pada aposteriori), tulus/ikhlas penyampaiannya, menghindari hoaks, mengarah pada topik yang dibahas disertai argumen yang masuk akal (sekalipun bersifat kritik atau saran), menjunjung harkat-martabat manusia, bertoleransi, mengutamakan kepentingan umum, dan secara umum -> beretika.
Itulah yang penulis maksud sebagai komentar yang elegan.
Perlu pula disadari bahwa setiap pemberitaan ataupun artikel/opini yang dipublikasikan melalui media tidak akan selalu diamini khalayaknya. Keterbukaan dalam menerima kritik/saran sebagai feedback sangat dimungkinkan.
Hal ini mengingat bahwa setiap persoalan (sosial) yang dihadapi di era kekinian semakin kompleks, banyak aspek dan perspektif baru yang perlu dipelajari sehingga penyampaian informasi yang dikemas dalam pemberitaan maupun artikel tidak lebih merupakan bahan untuk berdiskusi, berbagi wawasan/pengalaman yang tercakup dalam interaksi antarsesama sehingga ikut mendorong perubahan sosial (ke arah yang lebih baik).