Belum lama berselang atau hampir sepanjang tahun 2021 lalu, Yogyakarta dan sekitarnya sempat sejenak dihebohkan melalui berbagai pemberitaan media terkait peristiwa yang dilakukan sebagian remaja di jalanan dan menjurus tindak kriminal, atau sering disebut dengan istilah klitih.
Peristiwa yang melibatkan remaja itu menyebarluas melalui media massa terutama sosial media menembus sampai ke luar Yogyakarta, luar Jawa bahkan luar negeri sehingga citra Yogyakarta (DIY) seolah cenderung menurun akibat pemberitaan tersebut.
Hingga tulisan ini disusun, beberapa kolega yang berada di luar Yogyakarta, luar Jawa ternyata masih ada yang menghubungi saya perihal berita klitih yang sempat mencuat atau telah diekspos beberapa media.
Barang tentu tulisan ini tak akan membahas secara luas atau panjang lebar mengingat sorotan berbagai perspektif sudah banyak dilakukan sehingga hanya sekadar memahamkan dan meluruskan istilah, pengaruh media, dan penanganannya.
Sebelum membincang tentang persoalan ini, ada baiknya terlebih dahulu diketahui apa itu klitih.Â
Istilah ini perlu diluruskan supaya kita memiliki interpretasi maupun persepsi yang sama untuk memahami lebih lanjut.
Nah, berdasarkan rangkuman hasil bincang-bincang dengan sejumlah sesepuh (orang yang dituakan) dan juga dengan mantan preman yang kini sudah alim (lebih alim beliau daripada saya) yang tentunya banyak menyelami masa lalu tentang kehidupan di Yogyakarta dan sekitarnya.
Disebutkan mereka bahwa klitih dapat diartikan sebagai mengisi waktu luang untuk menuruti keinginan diri sambil berjalan-jalan tanpa arah tujuan yang pasti, sekadar mengisi waktu agar tak merasa jenuh di rumah, melihat-lihat suasana malam di luaran.
Ketika keluyuran terutama di saat malam hari, baik di kalangan tua atau muda tersebut, bisa juga menemukan tempat yang cocok untuk disinggahi sambil nongkrong atau misalnya memilih jajan di warung rakyat.
Dari sekilas gambaran tersebut, persepsi terhadap perilaku klitih tentunya masih bisa dianggap positif, tidak ditemui maksud jahat sehingga masih dalam batas wajar-wajar saja adanya.