Tolong dicatet, Lur ! Jangan sampai nantinya terjadi distorsi dalam menyampaikan informasi ini kepada orang lain, termasuk anak cucu kita supaya mereka tidak terjebak kekeliruan beruntun yang seringkali terjadi selama ini.
Penyebutan Yogya (Yogyakarta), baik dalam ucapan maupun tulisan dipergunakan untuk urusan resmi atau formal. Misalnya, dalam papan nama/urusan lembaga pemerintah daerah, dalam akte-akte berkekuatan hukum, dalam urusan dengan ijazah, dan urusan resmi lainnya.
Sedangkan penyebutan Jogja (Jogjakarta) boleh digunakan untuk urusan yang tidak resmi atau nonformal. Misalnya disebut dalam logo: Jogja Istimewa, merupakan pilihan kata/istilah yang sengaja digunakan selama ini agar DIY mudah diingat, dekat di hati, mudah dikenang oleh khalayak luas.
Jogja Istimewa juga sebagai brand name sehingga citranya gampang dikenal oleh siapapun yang menaruh perhatian atau kepentingan terhadap daerah ini. Â
Nah, kalau warga/penduduk DIY sendiri masih ada yang belum paham tentang Keistimewaan Yogyakarta, apalagi penduduk di luar DIY, iya kan?
Paling-paling menganggap Keistimewaan Yogyakarta hanya diketahui sebatas keberadaan Kraton, sebatas Malioboronya, Tugu Golong Gilig, sebatas Wisata Pantai Parangtritis, Wisata Alam Kaliurang, Candi Prambanan, Artefak Seni-Budaya de-el-el, maupun Lesehan Gudheg serta kuliner khas lainnya.
Lebih dari itu, untuk memaknai Keistimewaan Yogyakarta maka ada 5 (lima) aspek keistimewaan yang layak dipahami berdasarkan UU No.13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY di antaranya:
Pertama, Tata cara pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur. Dalam hal ini Gubernur DIY dan Wakil Gubernur DIY tidak dipilih, melainkan ditetapkan oleh DPRD DIY. Adapun Gubernur DIY yang ditetapkan berasal dari Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, dan  Wakil Gubernur DIY ditetapkan dari Adipati Kadipaten Pakualaman.
Kedua, kelembagaan pemerintah di DIY juga diatur untuk menyelaraskan dengan UU Keistimewaan. Dalam hal ini keistimewaan menyangkut nomenklatur lembaga pemerintah hingga struktur paling bawah. Contohnya, nomenklatur kecamatan (di wilayah kabupaten) diubah menjadi Kapanewon, dipimpin oleh Penewu, Sekretaris disebut Penewu Anom.
Sedangkan di wilayah kota Yogyakarta, nomenklatur Kecamatan diubah menjadi Kemantren, dipimpin oleh Mantri Pamong Praja, Sekretaris disebut Mantri Anom.
Demikian nomenklatur Desa di wilayah kabupaten diubah menjadi Kalurahan, dipimpin oleh Lurah, Sekretaris disebut Carik. Untuk wilayah perkotaan tetap seperti semula, yaitu Kelurahan. Termasuk semua nomenklatur struktur organisasi dan jabatannya diselaraskan dengan Keistimewaan Yogyakarta.