Mohon tunggu...
Joko Martono
Joko Martono Mohon Tunggu... Penulis - penulis lepas

belajar memahami hidup dan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Distorsi Informasi Media, Perlu Belajar Jurnalisme Makna dari Jakob Oetama

10 Februari 2020   08:33 Diperbarui: 9 September 2020   15:07 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendiri Kompas Gramedia Jakob Oetama. Jakob Oetama meninggal dalam usia 88 tahun pada Rabu (9/9/2020). (Sumber: Pusat Informasi Kompas)

Perkembangan pers dari masa ke masa perlu diketahui bersama. Di era otoritarian (orde lama dan orde baru) keberadaan pers atau media massa mendapat pengawasan rezim yang berkuasa. 

Media massa saat itu cenderung menjadi state apparatus, setidaknya digiring menjadi  subordinasi dari sistem politik dan pemerintahan sehingga kebijakan redaksional media tak boleh menyimpang.

Dalam posisi demikian, kebebasan pers atau kalau saya lebih mantap dengan istilah kemerdekaan pers dibungkam, barang siapa tak sejalan dengan policy pemerintah -- bisa-bisa "digebuk" dan harus menerima sanksi dihentikan izin penerbitan/penyelenggaraannya. 

Retriksi terhadap media terutama yang dikelola kalangan swasta (khususnya media cetak) paling banyak menjadi korban bahkan terjadi ancaman hingga penganiayaan terhadap pekerja media.

Bergulirnya era gobalisasi sejak awal 1990-an  ditandai dengan ekonomi pasar bebas disusul lengsernya rezim orde baru tahun 1998 telah membawa perubahan cukup signifikan di hampir semua kehidupan. 

Tak terkecuali media massa ikutan arus globalisasi, sejak awal era reformasi yakni setelah lahirnya Undang-undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers (UU Pers), maka pertumbuhan pers cenderung meningkat.

Data yang saya peroleh dari Dewan Pers (2010) menyebutkan, hingga awal tahun 2009 di Indonesia ada sekitar 1008 media cetak, 150 lebih media televisi, dan 2000 lebih radio. 

Total tiras media cetak mencapai 19,08 juta eksemplar. Sedang pemirsa televisi yang diperebutkan sekitar 30 juta orang dan radio ada 34 juta pendengar, suatu pertumbuhan yang luar biasa pesat. Menyusul media berbasis online/internet juga berkembang pesat mengikuti maraknya pertumbuhan media massa.

Hal ini bisa dipahami mengingat dalam UU Pers, diatur pada Pasal 9 ayat (1) Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers. 

Sedangkan Pasal 9 ayat (2) Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia. Tentu peluang ini tidak disia-siakan terutama oleh para pemilik modal untuk mendirikan perusahaan pers/media demi menjalankan usaha yang cukup menjanjikan.

Nah, di satu sisi kita bangga bahwa kemerdekaan pers sudah di depan mata seiring era reformasi dengan tuntutannya demokratisasi, supremasi hukum, dan menjunjung hak asasi manusia (HAM). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun