Mohon tunggu...
Joko Martono
Joko Martono Mohon Tunggu... Penulis - penulis lepas

belajar memahami hidup dan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Produk Gerabah dari Kampung Abar Sentani, Kabupaten Jayapura

13 Mei 2018   23:37 Diperbarui: 14 Mei 2018   00:24 1497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gerabah dan makanan khas Papeda (JM)

Hingga saat ini, satu-satunya tempat yang memproduksi kerajinan gerabah atau keramik di Jayapura yaitu hanya ditemui di Kampung Abar, Sentani. Gerabah made in Kampaung Abar memang tak sama dengan produk-produk gerabah di tempat lain, seperti bila dibandingkan gerabah Kasongan (Bantul, Jogja), atau pengrajin gerabah lain di Jawa yang sudah menggunakan bantuan teknologi/mesin dan produknya berkualitas ekspor.  

pembuatan gerabah secara manual (JM)
pembuatan gerabah secara manual (JM)
Gerabah atau sempe (menurut sebutan di Papua) yang dibuat di Kampung Abar, Sentani  masih dilakukan secara manual, tidak dibantu alat berupa mesin/alat pemutar sehingga kualitas dan jumlah produksinya pun masih relatif terbatas. Pemanfaatan atau fungsi gerabah hanya sebatas untuk kepentingan lokal, untuk memenuhi kebutuhan peralatan masak atau wadah yang juga dapat digunakan untuk menyimpan sagu dan air bagi masyarakat di Sentani dan sekitarnya. Selebihnya juga disediakan produk gerabah yang bisa untuk dijual.

Sebagian besar gerabah dari Kampung Abar ini cenderung difungsikan untuk memenuhi keperluan sosial sehari-hari seperti memasak makanan (keladi, ubi jalar, ikan dll), membuat papeda, memasak sayur, atau masakan lain. Di samping pula gerabah atau sempe bisa digunakan sebagai wadah khusus makanan maupun hidangan yang disuguhkan kepada tokoh adat (Ondofolo) atau kepala suku di kawasan Sentani.

gerabah dan makanan khas Papeda (JM)
gerabah dan makanan khas Papeda (JM)
Gerabah-gerabah di Kampung Abar yang berasal dari bahan tanah liat ini dibuat dengan variasi berbagai motif serta bentuk sederhana, ada gerabah yang khusus untuk tempat makanan, ada bentuk vas bunga, bentuk tifa, asbak, atau pelengkap alat rumah tangga, mainan/souvenir yang semuanya membutuhkan perajin berpengalaman, memiliki kreativitas tinggi dan ketelitian serta keuletan. Kebanyakan para pengrajin gerabah ini didominasi oleh tenaga perempuan, sedikit pengrajin di kalangan lelaki.

Nah bilamana dilihat dari aspek budaya, gerabah dari Kampung Abar ini sesungguhnya merupakan salah satu aset yang tak kalah pentingnya untuk ditelaah lebih jauh.  Konon kerajinan gerabah pertama kali datang ke Papua pada masa neolitik, diperkenalkan oleh penutur Austronesia yang datang ke wilayah Papua.

Gerabah sebagai salah satu benda hasil kebudayaan manusia merupakan unsur yang paling penting dalam usaha untuk menggambarkan aspek-aspek kehidupan manusia. Dari asal-usul gerabah di Papua ini saja selanjutnya akan bisa menguak dari mana, kapan, nilai fungsi/guna, dan makna yang terkandung sebagai nilai-nilai kearifan lokal/setempat.

Sebagai benda hasil kebudayaan manusia, gerabah yang selama ini masih diproduksi di Kampung Abar Sentani, Kab.Jayapura barang tentu tidak layak dibiarkan begitu saja perkembangannya yang selama ini nampak kurang bergairah. Sangat disayangkan bilamana gerabah ini sampai punah.

Agaknya masih sangat diperlukan sentuhan-sentuhan dari pihak berkompeten (pemerintah daerah maupun stakeholders) untuk menumbuhkan produk-produk ekonomi kreatif seperti industri kerajinan gerabah di Kampung Abar.  Potensi ini bisa pula dipromosikan melalui event-event besar seperti Festival Danau Sentani (FDS) yang diusung rutin setiap tahun.

Ini penting, di samping akan memberikan kontribusi  nyata dalam melestarikan budaya yang bernilai lokal, juga jika dikembangkan melalui  bantuan teknologi yang memadai -- maka bukan tidak mungkin produk gerabah  dari Kampung Abar tersebut kelak di kemudian hari akan menjadi semakin dikenal, memberikan nilai ekonomi bagi para pengrajin dan masyarakatnya.

JM (13-5-2018).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun