Mohon tunggu...
Joko Martono
Joko Martono Mohon Tunggu... Penulis - penulis lepas

belajar memahami hidup dan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memilih Pekerjaan yang Tidak Mengenal Pensiun

13 April 2018   06:29 Diperbarui: 13 April 2018   19:03 1477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: fuccha.in

Mengurangi kegiatan demonstrasi dan mengalihkan pada dunia menulis untuk dipublikasikan melalui media massa sama halnya ikut menyumbang pemikiran terhadap perubahan sosial di negeri ini. Seperti di lingkungan kampus sendiri waktu itu ada penerbitan/tabloid 'Gelora Mahasiswa' Bulaksumur, dan di kota Yogyakarta banyak penerbitan pers seperti: Harian Bernas, KedaulatanRakyat, Masakini, Eksponen, Yogya Post, serta banyak penerbitan majalah lokal.

Penerbitan-penerbitan Itu menjadi 'lahan untuk menanam tulisan/artikel/reportase' bahkan merambah ke lokal Jawa Tengah: Harian Suara Merdeka, Harian Sore 'Wawasan' serta di Jawa Timur: Surabaya Post, Jawa Pos, Karya Nyata,  Jawa Barat: Bandung Pos. Sedangkan penebitan lokal luar Jawa:  Bali Post (Denpasar), Banjarmasin Post(Banjarmasin), dan Harian Pedoman Rakyat (Ujungpandang/Makassar) -- semuanya pernah memuat tulisan/artikel yang saya kirim.

Dari sekilas gambaran nyata itu sudah membuktikan bahwa dunia kepenulisan  sesungguhnya = profesi. Semua orang bisa melakukan, hanya bermodalkan kemauan dan selalu menambah pengetahuanatau wawasan. Menjadi penulis tidak harus berpendidikan tinggi, semua orang boleh ambil bagian, tidak pula memandang usia, jenis kelamin, kedudukan, atau status sosial lainnya. Percuma saja selalu menyandang embel-embel/gelar dan status sosial tetapi tidak pernah menulis dan dipublikasikan kepada khalayak, ilmunya tak memberikan arti bagi masyarakat luas.

Di samping sudah biasa menulis, sayapun sejak dulu bekerja sebagai pegawai di lingkungan birokrasi. Namun kalau boleh memilih, menulis manjadikan pilihan karena lebih bisa mengembangkan kreativitas, tidak terikat sistem/mekanisme kerja organisasi, punya ruang lingkup luas, di manapun dan kapanpun bisa menyampaian ide/gagasan yang kita tulis. Lagi pula di dunia birokrasi kerapkali berurusan dengan kalangan struktural, di mana sesuatu yang seharusnya ada menjadi tiada dan yang seharusnya tiada malahan menjadi ada. Di sinilah salah satu kekurang nyamanannya.

Dunia kepenulisan tentu banyak menjanjikan, mulai dari menulis buku, artikel jurnal (terakreditasi atau belum terakreditasi), majalah (semi ilmiah atau populer), menjadi editor, pemakalah dalam seminar, menyusun tutorial untuk pemberdayaan masyarakat desa, bahkan seringkali diminta untuk membantu menulis naskah pidato pejabat daerah dengan topik tertentu merupakan kegiatan menulis yang tak akan ada hentinya. Pendek kata, pekerjaan menulis itu tidak akan pernah mengenal istilah > pensiun! Berbeda dengan bekerja di lingkungan pemerintahan atau swasta, apapun kedudukan yang disandang pada saatnya nanti pasti diberhentikan karena sudah waktunya menerima gelar 'pensiunan.'

By the way, di lingkungan dekat kita sendiri (di lingkup Kompasiana), banyak peluang yang bisa ditangkap dan dikembangkan. K-Rewards, Kolaborasi Interaktif Kompasiana (https://kik.kompasiana.com/hidup-dari-ngeblog/), kompetisi ngeblog dengan berbagai pilihan tema, dan topik-topik lain yang ditawarkan berikut hadiahnya -- merupakan peluang layak untuk pengembangan diri di bidang penulisan.

Apalagi di luaran sana, pilihan pekerjaan berkait dengan dunia penulisan sangatlah banyak jumlahnya. Terlebih di zaman kekinian yang ditunjang kehadiran teknologi informasi telah memberikan kemudahan dalam hal efisiensi. Hanya saja kembali pada sejauhmana kita bisa membaca atau mencari peluang kemudian ikut mengisinya sesuai kemampuan atau kapasitas diri.   

Sebagai wacana penutup, sekali lagi memilih pekerjaan tidak harus selalu menunggu peluang atau menunggu lowongan kerja dari struktur lembaga/instansi baik di lingkungan negeri maupun swasta. Semuanya itu masih memerlukan seleksi, di samping harus memenuhi kualifikasi misalnya ijazah, usia, pengalaman kerja, jenis kelamin, kelakuan baik, kadang pula dituntut harus punyai kendaraan/SIM, belum menikah, dan tetek bengekyang tentu menambah ribet.

Memilih pekerjaan sebagai penulis sesungguhnya cukup menjanjikan, nilai kemandiriannya itulah yang mendorong kita dituntut menjadi semakin kreatif. Menjadi penulis juga secara langsung atau tidak -- ikut meminimalisir jumlah pengangguran yang cenderung membengkak di negeri ini. Di tengah perekonomian yang tidak menentu (berfluktuasi), pertumbuhan ekonomi nasional yang masih berproses, persaingan kerja semakin ketat, penguatan dollar yang kemungkinan merebet terjadi PHK perlu diantisipasi mulai sekarang.

Memang berprofesi sebagai penulis tidak serta merta menjadi kaya raya seperti para konglomerat yang mengelola perusahaan padat modal. Setidaknya dari hasil jerih payah usaha di bidang penulisan bisa untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dan yang perlu dipahami bahwa bekerja menjadi penulis tidak semata mengharapkan reward (penghasilan), lebih dari itu membangun relasi dengan berbagai kalangan menjadi penting karena hal ini akan membuka peluang berjangka panjang.

JM (13-4-2018).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun