Mohon tunggu...
Joko Martono
Joko Martono Mohon Tunggu... Penulis - penulis lepas

belajar memahami hidup dan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memilih Pekerjaan yang Tidak Mengenal Pensiun

13 April 2018   06:29 Diperbarui: 13 April 2018   19:03 1477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: fuccha.in

Persoalan pengangguran hingga kini masih menjadi perbincangan yang tak pernah ada usainya. Terutama di negeri tercinta ini, walaupun dari tahun ke tahun belakangan terjadi fluktuasi naik turunnya angka pengangguran -- namun jumlahnya tetap berada di kisaran 7 (tujuh) juta orang lebih atau sekitaran lima persen dari seluruh penduduk.

Terhadap persoalan ini, pemerintah telah berupaya untuk meminimalisir jumlah pengangguran melalu berbagai kebijakan yang akan mendorong penciptaan lapangan kerja (dalam Kompas.com - 17/08/2016) seperti  penyediaan anggaran infrastruktur melalui APBN, BUMN dan swasta. Pemerintah juga akan mendorong investasi khususnya investasi di industri padat karya.

Di samping itu pemerintah juga akan mempersiapkan tenaga kerja dengan keahlian tertentu sesuai dengan permintaan industri atau investor. Salah satu program prioritas 2017 adalah meningkatkan pendidikan vokasi dan keahlian tenaga kerja.

Nah itulah sekilas deskripsi pengangguran di negeri ini, belum lagi kalau para penganggur menunggu terbentuknya struktur kelembagaan yang akan bersedia menampung tersebut masih menunggu dalam waktu tertentu, seiring pertumbuhan ekonomi yang hingga kini masih berproses menjalani rencana untuk mencapai targetnya.

Pada sisi lain,  era pasar bebas dengan karakter liberalisasinya terus merasuk hingga tenaga kerja (buruh) asingpun masuk ke Indonesia menyebabkan persaingan semakin sengit. Sangat dimungkinkan kita tersisih untuk merebut peluang kerja karena mereka lebih memiliki skilldan bekerja sesuai ketentuan standard internasional.

Kehadiran teknologi modern juga secara langsung atau tidak -- akan turut serta memberikan andil terhadap keputusan rasionalisasi tenaga kerja. Sistem dan mekanisme kerja yang lebih efisien dan efektif telah menjadikan pilihan sehingga pengurangan tenaga kerja akan menambah jumlah pengangguran di kemudian hari.

Menyikapi kondisi demikian, akankah para pencari kerja (penganggur yang jumlahnya bertambah) selalu menunggu dan terus menunggu tawaran atau peluang kerja dari lembaga/organisasi seperti perusahaan-perusahaan, maupun lowongan kerja di sektor jasa termasuk menunggu pendaftaran penerimaan pegawai negeri/aparat sipil negara? Bukankah itu semua memerlukan proses waktu, seleksi dan banyakan justeru yang tidak diterima.

Dalam hal ini kita harus jujur bahwa cara pandang yang lemah terhadap dunia kerja. Pada umumnya orang menunggu peluang dan selalu ketergantungan pada struktur sosial (lembaga/instansi, baik pemerintah maupun swasta) yang menyediakan lapangan kerja. Ini sudah saatnya ditinggalkan. Langkah menciptakan peluang perlu kita bangkitkan sehingga jiwa kemandirian tumbuh untuk menyukupi kebutuhan hidup.

Banyak peluang bisa diciptakan, salah satunya adalah menekuni dunia kepenulisan (karya fiksi atau non-fiksi) yang menurut saya tak akan pernah mengalami bangkrut, lebih mandiri, jauh dari ketergantungan orang lain (leluasa), tidak harus menunggu peluang (tetapi mampu melihat peluang dan mengembangkan sesuai kapasitas), lebih demokratis, ide/gagasan yang disampaikan kepada khalayak bisa bermanfaat atau setidaknya ikut serta menunjang (to support) terhadap perubahan sosial. Pentingnya lagi untuk dipahami bahwa dunia penulisan bisa menghasilkan reward (penghasilan) serta tidak akan pernah dipensiunkan.

Berdasar pengalaman, mungkin pula orang lain mengalami hal serupa, bahwa saya pribadi berminat dalam dunia kepenulisan sejak menginjakkan kaki di lingkungan kampus di mana pengetahuan (knowledge) dan ilmu pengetahuan (science)  semakin menghiasi hidup dan kehidupan keseharian.

Banyak bahan bacaan/pinjam buku perpustakaan, banyak berdiskusi, dan banyak paper/makalah yang telah saya susun, tadinya hanya dikonsumsi untuk kalangan internal -- (setelah diolah/editing, ditambah perspektif baru, disesuaikan gaya/bahasa media penerbitannya) ternyata melalui seleksi redaktur banyak yang bisa dimuat untuk dipublikasi dan dikonsumsi khalayak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun