Mohon tunggu...
Joko Martono
Joko Martono Mohon Tunggu... Penulis - penulis lepas

belajar memahami hidup dan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Interkoneksi Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) Nusantara-1 Jateng dan DIY

16 Juli 2017   13:27 Diperbarui: 1 Agustus 2017   06:37 6831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apalagi, mengingat anggota RAPI tersebar luas hingga pelosok perdesaan di Jateng dan DIY -- maka manakala terjadi peristiwa urgent (misalnya: kebencanaan, atau sejenisnya) maka informasi awal tanggap darurat bisa segera disebarluaskan melalui frekuensi untuk ditindaklanjuti.

Alokasi frekuensi RAPI sebagai ruang publik (public sphere) tentunya layak dipergunakan untuk kesejahteraan bersama. Dalam kancah ilmu komunikasi, penggunaan isi media untuk pemenuhan (gratification) atas kebutuhan khalayaknya. Itu sebabnya, dalam menggunakan frekuensi terpadu (interkoneksi) selayaknya lebih mengutamakan informasi yang sesuai dengan kepentingan atau persoalan umum. Dalam perkataan lain, frekuensi bukanlah sebagai ajang curahan hati (curhat), ngobrol ngrumpi dan selfi/unjuk diri belaka. Meminjam istilah JZ12OLA (mbah Tembo) ada benarnya bahwa anggota RAPI = relawan = tidak butuh kondang, tetapi yang terpenting adalah tumandang.

Celakanya, mengingat luasnya jangkauan dan semakin banyaknya warga yang menjadi anggota RAPI serta simpatisan (tanpa melalui rekrutmen yang selektif) -- bukan tidak mungkin frekuensi terpadu (interkoneksi) akan terjadi lonjakan trafik dan cenderung krodit. Belum lagi penyakit lama kambuh yaitu munculnya jamming station sehingga interkoneksi mengalami gangguan/hambatan.   

Sekali lagi perlu dipahami, pada lazimnya perkembangan dalam hal ini uji coba interkoneksi memerlukan peningkatan infrastruktur, sekaligus memerlukan perubahan sikap/perilaku dalam berkomunikasi, berinteraksi, dan berbagi informasi. Ini logis karena jangan sampai terjadi gagal paham dalam memaknai keberadaan organisasi RAPI sesuai perkembangan dan peruntukannya.

Eforia atas nama kebebasan dan pola pikir "semau gue'  (yang tidak bertanggung jawab) sudah saatnya ditinggalkan. Interkoneksi dalam penggunaan frekuensi perlu keseragaman paradigma (bukan hanya keseragaman baju, topi, kaus, rompi atau atribut lainnya) sehingga kita dapat bersama melangkah menggapai visi yaitu Menjadi Organisasi RAPI Yang Berkualitas Sebagai Aset Nasional.

Bagaimanapun juga, uji coba interkoneksi antara organisasi RAPI Nusantara-1 Jateng dan RAPI Daerah 12 DIY perlu disambut, diapresiasi dan ditumbuh kembangkan. Itu semua memerlukan kesadaran bersama dalam memikirkan dan memanfaatkan frekuensi. Harapannya ke depan, kita minimalisir ganggugan atau hambatannya, kita optimalkan dampak-dampak positifnya. Semoga.

 

Bahan Bacaan:

Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi (Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat). Prenada Media Group. Jakarta.

Martono, Joko. 2013. Gempa Tektonik 2006 dan Siaran Radio(Siaran Radio Sonora FM Yogyakarta Menepis Isu Tsunami). Tiara Wacana. Yogyakarta.

Saydam, Gouzali. 2005. Teknologi Telekomunikasi, Perkembangan dan Aplikasi. Penerbit CV. Alfabeta. Bandung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun