Seharusnya Engeline tidak tewas! Penulis berpendapat demikian atas dasar pemikiran bahwa gejala-gejala kekerasan terhadap anak belum/kurang bahkan tidak pernah diperdulikan oleh lingkungannya.
Betapa tidak, orang-orang yang berada/penghuni di sekitar rumah tinggalnya (selain tuan rumah/keluarga) tidak pernah melaporkan kepada RT/RW atau pihak berwenang setempat tentang adanya penganiayaan yang sering dilakukan terhadap Engeline. Demikian halnya di lingkungan sekolah, di kalangan pendidik (baca: guru) sudah mengetahui tanda-tanda bahwa Engeline kerap datang terlambat, berpakaian dan berperawakan lusuh, lebam bekas dipukul seharusnya perlu diseriusi untuk ditelusuri sebab-sebabnya.
Itu semua tidak pernah dilakukan, tidak juga pernah dilaporkan kepada pihak berwenang (kepolisian atau Komnas HAM Anak). Kebiasaan membiarkan kejadian/peristiwa yang sesungguhnya melanggar hukum ini merupakan kultur yang salah dan sudah saatnya diubah. Kebiasaan untuk melaporkan suatu kejadian/peristiwa yang menurut peraturan formal tidak dibenarkan cenderung masih (sangat) rendah di lingkungan kita. Kesadaran hukum dalam arti luas ternyata masih perlu ditingkatkan, terutama keperdulian terhadap anak belum optimal diwujudkan. Kebanyakan beberapa kalangan hanya bisa “berteriak-teriak” setelah peristiwanya berlalu dan membawa korban fatal.
Semoga peringatan Hari Anak Nasional, 23 Juli 2015 ini tidak hanya dilakukan aktivitas seremonial dan hanya bersifat formalitas belaka. Keperdulian terhadap anak masih perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh, perlu ditumbuhkembangkan supaya anak-anak lebih berdaya menapak masa depan mereka. Salam perduli anak :smile:
JM (23-7-2015).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H