Berdasarkan Peraturan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Nomor 0011/p/bsnp/xii/2011 tentang Prosedur Operasi Standar Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2011/2012, sekolah mengumumkan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan paling lambat 26 Mei 2012 untuk tingkat SMA sederajat. Tidak sedikit kalangan yang berharap-harap cemas menunggu pengumuman mendebarkan tersebut, terutama di kalangan murid/orangtua murid, pejabat/pamong sekolah, dan pihak lain terkait pengumuman kelulusan berikut hal-hal yang diperkirakan terjadi. Seperti lazimnya, begitu pengumuman kelulusan ditempel, peristiwa yang sering kita lihat yaitu berlangsungnya suasana sorak-sorai di kalangan siswa, kebanggan atau senang bagi yang lulus, bahkan dari amatan rutin saban tahun > ditemui para siswa melampiaskan bangga/kesenangannya melalui corat-coret baju dan atau konvoi bersepedamotor mengelilingi jalanan di lokasi/kota mereka masing-masing. [caption id="attachment_190159" align="alignleft" width="300" caption="corat-coret baju seragam (sumber: dok.kompas.com)"][/caption] Pemandangan demikian sudah jamak terjadi, dari tahun ke tahun peristiwanya sama saja sehingga jika ditengok dalam dunia jurnalistik > dikatakan ini merupakan peristiwa yang dapat dikategorikan aktualitas permanen. Kejadiannya terjadi berulang-ulang dalam tempo dan waktu yang bisa diprediksi sehingga bisa dipersiapkan peliputannya. Nah, persoalan corat-coret baju seragam sekolah dan konvoi sepedamotor (plus gembar-gembor knalpot) yang seringkali mengganggu lalulintas dan polusi udara serta kebisingan ini menarik disimak. Mengapa peristiwa ini selalu berlangsung setiap pengumuman kelulusan SMA/SMK/MA? Apakah yang melatarbelakangi peristiwa tersebut masih saja terjadi? Dan bagaimana mencarikan solusinya? Bangga dan bersenang-senang boleh saja dimiliki setiap orang. Itu semua merupakan hak yang harus dihargai, seperti halnya pengumuman kelulusan yang “benar-benar menegangkan” kalangan siswa serta para orangtua/keluarganya. Namun demikian, pelampiasan atas kebanggaan itu pun sesungguhnya melekat suatu kewajiban untuk menghargai orang lain > sehingga pantas dilakukan secara proporsional, atau dalam konteks manusia yang berbudaya maka selayaknya tidak mengganggu orang lain dan justeru sebaiknya berbagi kasih dengan sesama atas kebanggaan yang diraihnya. [caption id="attachment_190162" align="alignleft" width="300" caption="konvoi sepedamotor (sumber: dok.tribunnews.com)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H