Mohon tunggu...
Rajiva Rendy Baskoro
Rajiva Rendy Baskoro Mohon Tunggu... -

"One of the penalties for refusing to participate in politics is that you end up being governed by your inferiors."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jokowi Kembali Berdusta?

3 April 2014   00:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:09 872
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Joko Widodo (Jokowi), calon presiden dari PDI-P, bagi sebagian besar warga Jakarta saat ini dianggap tidak lebih dari seorang pembual. Orang yang tadinya dianggap pejuang politik yang memang tulus ingin membangun Jakarta, kini tidak beda dengan para politikus yang haus akan ambisi kekuasaan demi kepentingan kelompok. Janji Jokowi untuk komit memperbaiki dan mengurus Jakarta dan menyelesaikan masa baktinya selama 5 tahun, ternyata hanya isapan jempol belaka. Bahkan banyak pendukung yang dulu tergabung pada tim relawan Jakarta Baru yang kini berbalik menuntut jokowi menuntaskan masa baktinya. Beliau ternyata lebih menuruti perintah partai untuk dimajukan menjadi calon Presiden, ketimbang menyelesaikan pekerjaannya yang baru berlangsung selama 17 bulan, dan masih menyelesaikan PR besar, seperti kemacetan dan banjir. Juga proyek monorel dan MRT yang belum jelas, pengadaan bus transjakarta yang kualitasnya amat buruk, jg masalah kampung deret yang belum terselesaikan.

Jokowi rela melanggar janji dan amanahnya kepada rakyat Jakarta (videonya dapat dilihat disini : https://www.youtube.com/watch?v=TesOrNwZXno),  demi menuruti apa yang disebutnya sebagai "perintah partai". Padahal Tri Rismaharini atau Bu Risma, walikota Surabaya yang berasal dari partai yang sama dengan Jokowi, menolak ditawari ikut merebut jabatan yang lebih tinggi dengan alasan, fokus menyelesaikan masa baktinya terlebih dahulu. Yang mengecewakan sebenarnya ialah, tingkah Jokowi yang seolah-olah tidak berminat diusung menjadi capres, dengan selalu bilang "ndak mikir, ndak mikir", karena ingin fokus bekerja. Namun sekarang tanpa rasa bersalah, dia menjilat ludahnya sendiri, melanggar janji dan komitmennya sendiri.

Kekecewaan rakyat Jakarta pada Jokowi mungkin bisa terlihat pada saat kampanye PDI-P di Lapangan Cendrawasih, Jakarta Barat, dimana Jokowi hadir sebagai juru kampanye, ternyata tidak bisa menarik minat massa, bahkan kampanye cenderung sepi (http://www.spektanews.com/2014/03/jadi-jurkam-pdi-p-kampanye-jokowi-sepi.html). Padahal ini adalah kampanye pertama beliau menjadi juru kampanye dan capres dari PDI-P. Bisa jadi, sepinya simpatisan yang datang menunjukkan kekecewaan yang besar dari rakyat Jakarta terhadap pemimpinnya. Karena pemimpin sejati yang dipegang adalah janji dan ucapannya.

[caption id="attachment_318194" align="aligncenter" width="464" caption="Pesawat yang digunakan Joko Widodo"][/caption]

Dan kini kembali ramai pemberitaan mengenai ucapan Jokowi yang tidak sesuai dengan kenyataannya. Bermula saat Jokowi kedapatan menggunakan pesawat carteran saat kampanye dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, menuju Malang, Jawa Timur, pada 30 Maret 2014 lalu. Seperti yang diungkapkan oleh Liam Gammon dalam tesisnya yang dimuat di http://asiapacific.anu.edu.au/newmandala/2014/04/01/jokowi-the-party-man/. Padahal Jokowi pernah mengeluarkan pernyataan untuk tidak menggunakan pesawat pribadi untuk keperluan kampanye, dan hanya menggunakan pesawat komersial kelas ekonomi dengan alasan ingin dekat dengan masyarakat (http://m.liputan6.com/indonesia-baru/read/2026703/ogah-pinjam-pesawat-pribadi-jokowi-moso-capres-minjem-minjem). Dan hal itu diperkuat oleh pernyataan Ketua DPP PDI Perjuangan, Effendi Muara Simbolon, yang mengatakan bahwa partainya kampanye tidak menggunakan pesawat carteran. “Itu kan teknis transportasi, karena beliau tidak mau menggunakan pesawat carter, mohon dimaklumi. Keterbatasan kita tidak punya kemampuan menggunakan pesawat seperti yang lain. Pak Jokowi sendiri tidak berkenan,” ujar Effendi.

Tentu menjadi keraguan dan ketakutan sendiri bagi kita, apakah Jokowi akan mampu menjadi pemimpin yang baik, yang amanah, bila kelak terpilih menjadi Presiden nanti, melihat begitu mudahnya dia berjanji dan berucap, namun juga begitu mudah menjilat ludahnya sendiri. Jaminan Jokowi yang berkata apabila bila terpilih menjadi Presiden akan independen, dan tidak di steer pihak manapun nampaknya akan menjadi isapan jempol belaka, bila melihat begitu tunduknya dia dengan partainya, dan barisan konglomerat yang menyokong dana dibelakangnya (tentu tidak ada makan siang yang gratis). Semoga saja masih ada waktu bagi kita untuk mencari pemimpin yang tegas, yang tidak di steer pihak manapun. Bukan pemimpin yang sekedar menjual citra. Tentu kita harus belajar dari masa lalu, saat kita memilih pemimpin akibat terbuai oleh citra yang dibentuk di media. Ironis!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun