Mohon tunggu...
Annisa Lidya
Annisa Lidya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Mahasiswa hukum Universitas Airlangga yang senang berkecimpung dalam dunia tulis menulis serta membaca.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Imbas Keberadaan Rokok Elektrik: Akankah Menggantikan Rokok Konvensional?

11 Desember 2024   05:54 Diperbarui: 11 Desember 2024   05:57 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Inovasi rokok elektrik atau yang biasa dikenal dengan vape atau pods telah hadir sebagai alternatif rokok konvensional. Pengguna rokok elektrik didominasi oleh generasi muda, terutama mereka yang mencari solusi atas rokok konvensional yang dianggap berbahaya. Dari pandangan yang umum diketahui, rokok elektrik dianggap sebagai pengganti rokok konvensional dengan efek yang lebih aman. Namun, terdapat pula yang menyanggah bahwa sebenarnya keduanya sebenarnya sama saja, terutama dalam menimbulkan suatu penyakit. Penggunaan rokok elektrik yang semakin marak juga memicu suatu pertanyaan mengenai keberlanjutan rokok konvensional. Akankah dalam beberapa tahun ke depan rokok konvensional mulai ditinggalkan? Mari kita bahas lebih lanjut. 

Rokok elektrik menghasilkan jenis asap yang berbeda dengan rokok yang biasa kita temui pada umumnya. Asap yang dihasilkan rokok elektrik berupa uap, bukan asap dari pembakaran tembakau. Konsep pemanasan dalam rokok elektrik tidak menggunakan api, sebagaimana rokok konvensional, tetapi menggunakan baterai sebagai gantinya. Selain itu, tanpa adanya tembakau, rokok elektrik tidak menghasilkan tar atau zat berbahaya lain yang umumnya terdapat dalam rokok konvensional. Pernyataan inilah yang kemudian mendasari anggapan bahwa rokok elektrik memiliki efek yang lebih aman dibanding rokok konvensional.

Meskipun tidak membuat penggunanya terpapar zat tar, bukan berarti rokok elektrik sepenuhnya aman untuk dikonsumsi. Dalam rokok elektrik masih terdapat nikotin yang kemudian dapat menimbulkan efek ketergantungan. Apalagi ditambah zat perasa yang bermacam-macam yang menjadi daya tarik utama rokok elektrik. Hal inilah yang kemudian mendasari World Health Organization (WHO) untuk mendesak negara-negara dalam memutus penjualan rokok elektrik. Kekhawatiran atas dampak kecanduan nikotin, membuat WHO meminta kepada negara-negara yang memperdagangkan rokok elektrik untuk membuat aturan atau regulasi yang ketat terhadap distribusi rokok elektrik, terutama kepada mereka yang masih belum cukup umur. Umumnya batasan usia pengguna rokok elektrik ialah diatas 21 tahun, namun faktanya masih banyak dari kalangan muda yang masih berusia belasan sudah mengkonsumsi rokok elektrik. 

Selain kecanduan nikotin, konsumsi rokok elektrik juga berdampak pada kinerja pernapasan. Tak jauh seperti rokok konvensional, rokok elektrik juga dapat menyebabkan penyakit paru-paru, menurunkan fungsi jantung, serta memicu kanker. Dalam hal ini sebenarnya sudah dapat dilihat bahwa anggapan yang menyatakan bahwa rokok elektrik lebih aman daripada rokok konvensional adalah tidak benar. 

Salah satu hal yang bisa dipandang lebih unggul dari rokok konvensional adalah bahwa rokok elektrik tidak menghasilkan abu panas yang dapat menimbulkan kerusakan apabila terkena pakaian atau barang lain. Selain itu, rokok elektrik dinilai lebih ramah lingkungan karena tidak menghasilkan sisa berupa puntung rokok yang cenderung sulit terurai. Namun, hal tersebut tidak membuat rokok konvensional ramah lingkungan sepenuhnya karena terdapat pula limbah berupa cartridge bekas rokok elektrik yang cukup menuai perhatian. Atas masalah ini, terdapat produsen rokok elektrik yang menanggulanginya dengan melakukan daur ulang atas limbah cartridge tersebut. Kegiatan daur ulang ini menjadi dasar tanggung jawab sosial atas keberadaan rokok elektrik yang mulai meluas. 

Dilihat dari segi ekonomi, rokok elektrik banyak dikonsumsi sebagai alternatif dari rokok konvensional karena biaya pembelian cairan isi ulang atau liquid dari rokok elektrik dianggap lebih murah daripada membeli rokok konvensional secara teratur. Tidak dapat dipungkiri bahwa pembelian device rokok elektrik awalnya memang lebih mahal, namun menurut pendapat beberapa pengguna, kalkulasi pengeluaran pembelian rokok konvensional secara teratur setingkat lebih mahal daripada device rokok elektrik beserta cairan isi ulangnya dalam jangka panjang. 

Penggunaan rokok konvensional sampai saat ini didominasi oleh masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Hal ini dipicu oleh keberadaan rokok konvensional yang diperjualbelikan secara bebas dan mudah ditemui, bahkan di toko kelontong dengan ruang lingkup yang kecil sekalipun. Selain itu, terdapat pula golongan masyarakat yang telah terbiasa dengan rasa tembakau sehingga menganggap liquid yang ditawarkan rokok elektrik kuranglah memuaskan. Tidak sampai di situ, rokok elektrik juga dirasa jauh dan menyulitkan masyarakat kelas menengah ke bawah yang kurang mengenal modernitas. Pandangan seperti inilah yang sulit melepaskan keberadaan rokok konvensional di kehidupan masyarakat. 

Meskipun mungkin di suatu saat pengguna rokok elektrik melebihi pengguna rokok konvensional akibat perkembangan zaman, tetapi untuk melepaskan konsumsi rokok konvensional tetaplah sulit untuk dilakukan. Meskipun berkurang, tetapi pasti ada segelintir orang yang tetap menggunakan rokok konvensional sebagai pilihan utama dalam merokok.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun