Mohon tunggu...
Restu Is Aji
Restu Is Aji Mohon Tunggu... Dosen - Buruh Ajar

Melakukan apa yang disukai dan menyukai apa yang dilakukan. Jika sampai harus melakukan yang tidak disukai, ya lakukan itu dengan cara yang disukai.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

15 Padanan Kata “Mati” yang Mungkin Terlupakan

2 Desember 2013   13:58 Diperbarui: 16 Juli 2015   01:02 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mati. Mati maknanya adalah hilangnya kehidupan/nyawa alias tidak hidup lagi. Tentu saja dengan berbagai sebab. Tidak seperti bahasa Inggris yangagak sepi istilah dan minim ekspresi (atau hanya pengetik tulisan ini saja yang tidak punya cukup perbendaharaan kata dalam Inggris)—hanya berkisar pada kata “Die” (dan turunannya), “Decease”, atau “Pass away”, dan paling jauh menggunakan tambahan kata F***ing (yang sangat ekspresif itu). Bahasa Indonesia sangatlah kaya akan isitlah mati,” meskipun banyak yang berupa kiasan yang membuat kening orang luar negeri mendadak kisut. Beberapa dari kata tersebut merupakan pengembangan atau kata serapan dari luar bahasa Indonesia. Berikut diantaranya yang sering dijumpai namun barangkali kerap terlupakan:  Meninggal, biasanya diikuti “…dengan tenang”, walaupun tidak ada yang betul-betul tahu apakah orang itu benar-benar tenang atau gelisah. Kata ini sangat standar dan sangat membosankan.  Wafat adalah satu dari varian kata selain meninggal, kata ini terhitung amat sangat sopan dan kastanya paling tinggi di antara istilah lainnya. Penyebab kematian untuk kata “wafat” umumnya karena: terlalu tua, mati tiba-tiba, mati begitu saja dalam tidur, atau penyakit kronis menahun, di mana ini adalah sesuatu yang telah diantisipasi dan mungkin diharapkan oleh keluarga ybs.  Berpulang. Kata satu ini juga menempati jajaran atas kata-kata yang tergolong sopan untuk menyebut kematian seseorang. Biasanya diikuti kata: “...ke Rohmatullah” atau “...ke rumah Bapa” atau “...keharibanNya.” Tergantung pada agama ybs. Jika orang itu atheis berarti penyebutannya jadi: “Telah berpulang dia tidak pada siapapun.  Menutup Mata (tanpa membukanya kembali). Tetap dipakai meski ybs melotot, mecicil, membelalakkan, membeliakkan matanya di momen terakhirnya. Istilah “menutup mata” dipakai karena pada akhirnya akan ada orang lain yang menutupkan mata si orang mati.  Pergi Untuk Selamanya…(meninggalkan kita semua)…bla bla bla, istilah ini umum dipakai oleh single parent dalam sinetron-sinetron untuk alasan keindahan bahasa saat menjelaskan pada si anak apa yang terjadi pada papa/mamanya atau bapak/simboknya. Dalam kehidupan asli orangtua tidak cukup peduli dengan istilah yang kebanyakan bohongnya ini.  Menghembuskan Napas Terakhir. Menghembuskan napas sebetulnya didahului oleh tarikan napas terakhir. Tapi jarang ada yang memakai istilah “ia baru saja menarik napas yang terakhir kalinya”. Entah kenapa kata “menarik napas” mesti dianak tirikan, padahal maksudnya sama saja. Sungguh suatu ketidakadilan!  Gugur, khusus diberikan pada orang yang dianggap berjassa, atau pahlawan, atau mati dalam perang, atau orang yang mati saat ikut demonstrasi dan unjuk rasa. Yang terakhir ini betulan ada dan pernah terjadi di Indonesia. (Mari mengheningkan cipta sejenak…)  Syahid, berasal dari bahasa Arab. Artinya kurang lebih mirip gugur tapi di jalur yang memang disukai oleh Tuhan atau orang yang mati berjuang untuk agamanya. Syahid sudah dianggap bahasa Indonesia karena seringnya dipakai dalam demo atau unjuk rasa oleh kalangan fanatik tertentu. Para korban kengawuran Israel juga layak disebut Syahid. Sayangnya, kadang teroris pun dianggap syahid oleh para fundamentalis sejati padahal mereka justru membawa petaka pada sesamanya kan? Yah, apapun itu, pemakaian istilah ini sangat dikotomi oleh agama. Bukan bermaksud untuk menyinggung SARA, tapi memang begitu adanya.  Tidak Bernyawa. Biasanya untuk menyebut korban anak-anak yang terseret arus sungai atau… untuk menyebut mayat bayi yang dibuang oleh orang tua mereka yang tidak bertanggung jawab akibat kehamilan yang tidak diinginkan atau tidak direncanakan ketika mereka asyik mahsyuk mengumbar syahwat di dalam kamar kos-kosan, sementara yang lainnya sangat berharap bisa punya anak, mereka malah membuang jabang bayi hasil perbuatan mereka tersebut. (Weleh).  Terbujur Kaku. Istilah yang sebetulnya setara dengan “tidak bernyawa”. Maksudnya jarak antara ditemukannya mayat dengan waktu matinya sudah berjarak cukup lama. Sehingga si mayat sampai kaku. Jika ybs baru saja mati, tentu istilahnya menjadi “terbujur hangat” atau “melintang hangat” jika ybs baru saja mati dan posisinya melintang :-) .  Tewas. Adalah istilah yang sering digunakan berita televisi atau koran untuk mengatakan kematian tidak normal dengan sebab musabab yang bikin orang jadi merinding. Biasanya disertai kata-kata “…bersimbah darah” atau “...mengenaskan” atau “...di tempat kejadian” atau ...dengan kepala pecah.” Yang sering digelari kata tewas umumnya adalah: orang yang kena bom, orang kena ledakan tabung gas, orang yang kena tusuk/tembak, orang kesetrum, orang keracunan, orang yang bunuh diri, orang kena bencana alam, orang kecelakaan lalu lintas (kecuali kalau kamu seorang ustadz—kamu gak akan disebut tewas :-), peace!), dan ratusan contoh lainnya.  Mampus. Biasanya diucapkan dengan penekanan nada bicara dan penuh kekesalan atau kebencian. Kadang kata ini menjadi umpatan atau makian dan doa yang jelek buat orang yang tidak disukai oleh si pengucap kata. Contoh penggunaannya adalah: “Mampus Loe!”. Perlu diingat hanya karena ada kata “loe” bukan berarti pengucapnya harus orang Jakarta, karena dimana-mana lanjutan katanya akan tetap seperti itu.  Modar atau sering dilafalkan sebagai Mo-dhar atau Mou-dhiar atauMod-dhyar, adalah kata yang amat sangat sopan khusus bagi orang yang tidak mengerti artinya. Penjahat atau maling sering dicaci maki dengan kata ini waktu mereka ramai-ramai dihajar massa, entah kenapa. Namun kata ini bisa amat berbahaya bila diucap dengan penekanan nada dan atau diteriakan di depan aparat (ngapain juga diucapkan di depan aparat ya?), karena dapat dipastikan kamu akan sangat menderita dibuatnya. Bagi orang Jawa kadang kata ini diikuti kata: “…chocotmu!”, yang akan segera disertai pameran adu kanuragan yang mengancam jiwa pengucapnya. Sedangkan mokat adalah plesetan dari Modar. Ke Surga atau… Ke Neraka. Dalam film-film yang ditujukan menciptakan tangisan dan sesenggukan istilah ini pun sering dipakai untuk menggambarkan betapa mati adalah hal yang menyenangkan. Si anak dibohongi bahwa orang tuanya sedang bermain di surga. Simak contoh berikut:Anak: “Papa (atau mama) kemana?”Orang Dewasa: “Papa (atau mama)mu pergi ke surga”.Anak : “Di mana surga itu?”Orang Dewasa: “Itu di langit di atas sana yang ditaburi kerlip bintang. Dia akan terus melihatmu, mengawasimu, menjagamu.Anak: Oh...bintang itu surga toh (akhirnya nilai Fisika si anak nanti ikut-ikutan pergi ke surga) :-D.Sementara kata “Ke Neraka”, mirip dengan penggunaan kata “mampus” di atas. Agak-agak berbau doa atau sumpah serapah gitu. Dalam film-film silat zaman dulu, penjahat sering dikatain oleh Si Orang Baik alias tokoh utamaseperti berikut:Pendekar baik (alias lakonnya) : “Pergilah kau ke neraka!” Maksudnya: “mati saja sana.Atau malah sebaliknya penjahat yang mengatakan ini pada si orang baik setelah tentu saja biasanya si orang jahat membantai keluarga si orang baik . “Kau mau menyusul bapakmu ke neraka, ha?”. Kejadian selanjutnya tentu bisa ditebak. Lagi-lagi ada pameran adu kanuragan.  dan...  Hilang, adalah istilah yang dianalogikan seperti cewek yang sebenarnya tidak suka sama cowok yang sedang PDKT sama dia, tapi si cewek tetap memberi harapan palsu pada si cowok biarpun gak ada rasa. Ngerti gak? Gampangannya kata “hilang” ini adalah kata untuk menyebut bahwa tidak ada bukti fisik bahwa yang disebut itu sudah mati. Alias hanya MEMBERI HARAPAN PALSU alias PHP. Jika tewas masih disertai bukti fisik berupa mayat yang bersangkutan, maka “hilang” tidak punya bukti fisik. Dan karena TIDAK ADA BUKTI inilah terkadang orang yang ‘hilang’ diyakini masih hidup. Dan, benar juga. Orang yang hilang ini masih hidup di dalam hati orang yang ditinggalkan. Biasanya yang dianggap ‘hilang’ adalah korban segala tipe bencana alam, pendaki gunung, korban kecelakaan laut, korban kecelakaan udara yang jatuh di laut, korban perang, korban penculikan, TKW, atau korban Nyi Roro Kidul (alias hanyut di bawa ombak pantai selatan Jawa), dll. .....Bahasa itu harus dipakai dengan tepat, sama seperti pakaian. Tentu tidak mungkin memakai bikini sambil jalan-jalan ke mal, selain bisa-bisa anda diangkut FPI atau malah menggigil masuk angin. Tidak mungkin pula anda memakai jaket tebal ala orang Eskimo di tengah Bundaran HI pas Jakarta sedang terik-teriknya. Bahasa harus digunakan secara bijak. Kalo kamu sendiri ingin digelari kata yang mana? Respect the dead!  Honorable Mention, ada di sini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun