Mohon tunggu...
Jingga Naraya
Jingga Naraya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate Communication Science Student at University of Muhammadiyah Malang

Hi! I'm Jingga. I'm a first year student of Communication Science at University of Muhammadiyah Malang. I have a deep interest in social science like Equal Gender and Society. It is always a pleasure for me to learn a new things and do a new experience to support a high - quality careers.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kesetaraan Gender dan Budaya Patriarki dalam Karakter Film Disney Princess

27 Juni 2023   19:49 Diperbarui: 27 Juni 2023   19:56 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menonton film adalah salah satu kegiatan komunikasi dengan film sebagai media komunikasinya. Setiap film pasti akan mengandung pesan atau makna tersendiri. Begitu juga dengan Film Animasi Disney. Film Animasi Disney bukan sekedar media hiburan saja, tetapi representasi yang ada dalam film tersebut dapat memengaruhi pola pikir penontonnya terutama anak anak tentang representasi Feminitas dan Kesetaraan Gender. 

Pesan tersebut akan menjadi pemahaman baru bagi Masyarakat yang biasa disebut dengan ideologi. eiring dengan perkembangan zaman, film semakin tersegmentasi dengan berbagai macam jenis dan genre. 

Pada awal kemunculannya, film diproduksi tanpa narasi atau disebut juga dengan film bisu. Namun, pada akhir tahun 1920 dunia hiburan seperti film semakin berkembang dan muncul berbagai jenis baru. Salah satunya adalah film ber genre Animasi yang diproduksi oleh perusaan Walt Disney Pictures. 

Walt Disney sering kali melibatkan hubungan interaksi sosial antara tokoh perempuan dan laki – laki yang biasanya di kemas dalam bentuk Animasi. Seperti Snow White and the Seven Dwarfs (1937),Cinderella (1950), Sleeping Beauty (1959), , Little Mermaid (1989), Beauty and the Beast (1991), Aladin (1992), Alice in Wonderland dan Peter Pan (1940an – 1950an). Berbagai film animasi yang diproduksi oleh Disney ditonton dan digemari oleh masyarakat urban dari berbagai kalangan saat ini. Seperti anak – anak laki laki maupun perempuan bahkan orang dewasaa pun banyak yang menggemari film ini. Praktik budaya Patriarki masih berlanjut hingga saat ini. Banyak para Feminis dan aktivis perempuan yang gencar menyuarakan kesetaraan gender di tengah perkembangan zaman. Sebuah fenomena yang mengondisikan dan menganggap perempuan diletakkan sebagai strata kedua kedua di masyarakat atau inferior dan laki-laki adalah kaum superior. Kondisi ini semakin mengakar dengan adanya sebuah istilah Patriarki. Budaya praktik Patriarki bisa dilihat dari aktivitas di lingkup domestik, ekonomi, politik, dan budaya. Hasil dari praktik tersebut menyebabkan berbagai permasalahan sosial seperti pelecehan seksual, meningkatnya angka pernikahan dini, KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) serta intimidasi dan ancaman bagi perempuan.

Melalui media massa seperti film Disney, anak-anak memperoleh informasi dan pemahaman gender bahwa bagaimana mereka harus terlihat dan berperilaku. Film seperti The Princess and the Frog, mengirim pesan ke anak bahwa perempuan lemah dan laki-laki mandiri, menunjukkan bahwa perempuan harus mencari pangeran tetapi dirinya juga harus cantik dan kurus (Towbin, et al., 2008). Di film-film Disney sebelumnya, ada ciri khas untuk menunjukkan apa itu pria dan wanita, apa yang harus mereka lakukan, bagaimana penampilan mereka, dan seperti apa mereka seharusnya bertindak. Disney menunjukkan lebih banyak dari peran "ibu rumah tangga" ke perempuan yang seharusnya menerima perintah dari laki-laki (Towbin, et al.,2008). 

Snow White menunjukkan contoh bagaimana dia terus-menerus memasak dan membersihkan rumah. Salah satu pesan yang sering digambarkan untuk perempuan dalam film-film Disney adalah bahwa mereka seharusnya menjadi ibu rumah tangga dan kemungkinan besar akan menikah, atau mereka harus menikah agar bahagia (Towbin, et al., 2008). Padahal menikah atau tidak menikah adalah pilihan masing masing wanita karena pernikahan bukanlah tujuan akhir bagi wanita dan tidak selalu membawa kebahagiaan. 

Para wanita dalam film digambarkan cantik, putih, dan kurus. Snow White, Little Mermaid, dan The Sleeping Beauty adalah film dengan Princess yang sesuai dengan kriteria tersebut. Putri Cinderella di selamatkan oleh pangeran dari kehidupannya yang buruk bukan karena ia pekerja keras, tapi karna kecantikannya. Selanjutnya, terdapat Belle yang menyelamatkan pangerannya dengan cara berciuman. 

Ciri-ciri fisik seperti ini membuat wanita merasa tertekan untuk memaksakan serta menyesuaikan diri dan mungkin memunculkan rasa tidak percaya diri tentang diri mereka sendiri. Sedangkan laki – laki digambarkan di film lebih agresif. Uruk rupa karakter juga mengekspresikan perilaku laki-laki yang pemarah. Film-film Disney menggambarkan citra bahwa laki-laki tidak menunjukkan emosinya. tidak menangis, tidak lemah. 

Secara tidak langsung, ini mengirimkan pesan kepada anak laki-laki bahwa laki-laki seharusnya mengekspresikan emosi mereka secara fisik atau kekerasan, bukan secara emosional (Towbin, et al., 2008). Pria harus macho, bersaing dalam aktivitas jantan, bicara keras, memiliki senjata. Kebanyakan Film-film Disney masa lalu menghadirkan kelas sosial wanita yang berbeda dibandingkan dengan pria, seperti dalam Beauty and the Beast dan Aladdin yang menunjukkan penggambaran kelas sosial yang berbeda antar jenis kelamin. Dengan representasi gender dan ekspektasi bias gender dalam film-film Disney, akan mempersulit wanita dari budaya yang berbeda untuk menerima diri mereka sendiri.

Pada dasarnya praktik Patriarki banyak kita jumpai pada kehidupan sehari hari, namun kebanyakan kita tidak menyadarinya. Contohnya pada film animasi Disney yang dari dulu hingga sekarang masih sangat di minati dari berbagai kalangan yang tanpa kita sadari juga menampilkan budaya Patriarki. Pada beberapa film Disney, tokoh dan karakter sering kali mempraktikkan kebudayaan dominasi dari suatu Gender. karakter Cinderella yang di selamatkan oleh pangeran dari kehidupannya yang buruk bukan karena ia pekerja keras, tapi karna kecantikannya. Selanjutnya, terdapat Belle yang menyelamatkan pangerannya dengan cara berciuman. Ada sterotip gender yang melekat bahwa laki laki adalah manusia yang kuat dan tidak boleh menunjukkan sifat emosional nya. Seperti tidak boleh menangis, tidak boleh sedih. Sebaliknya sterotip gender yang melekat pada perempuan adalah perempuan itu lemah, oleh karena itu perempuan harus di lindungi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun