Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Dua Dekade Tak Kunjung Ditetapkan Hari Keris Nasional

26 November 2024   10:20 Diperbarui: 30 November 2024   08:32 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sertifikat Keris Indonesia sebagai Mahakarya Warisan Kemanusiaan Dunia dari UNESCO 2005 serta (kiri) proposal Keris sebagai Warisan Dunia oleh Komunitas Damartaji untuk UNESCO. (Foto Jimmy S Harianto)

Proklamasi UNESCO pada 25 November 2005 itu memang hari bersejarah. Penting bagi masyarakat perkerisan, seperti layaknya Hari Proklamasi Kemerdekaan kita dari cengkeraman kolonial, pada 17 Agustus 1945. Proklamasi pengakuan dunia itu tentunya hari euforia.

Tetapi sebenarnya 4 November 2008 juga tanggal yang tak kurang bersejarah bagi dunia perkerisan. Pada hari tanggal dan tahun tersebut UNESCO resmi memasukkan Keris Indonesia kedalam Daftar International Cultural Heritage (ICH) tiga tahun setelah diproklamasikan. Maka, sah sejak 4 November 2008 itu keris adalah Warisan Budaya Dunia dari Indonesia. Dan secara kebetulan tanggal 4 November juga belum ada hari peringatan hari nasional apapun dalam kalender Republik Indonesia.

Tanggal 4 November 2008 itu juga merupakan puncak rangkaian perjalanan Keris Indonesia dalam konteks pengakuan dunia. Diproklamasikan oleh UNESCO di Paris 25 November 2005, dan baru kemudian resmi dimasukkan oleh lembaga yang sama dalam daftar International Cultural Heritage (ICH) pada 4 November 2008. Kenapa tidak tanggal ini saja dijadikan jalan keluar yang diterima kedua pihak?

Sudah 20 tahun berlalu. Tiada kata sepakat. Ada baiknya jika di tahun ke-20 tahun depan, masyarakat perkerisan menemukan titik temu. Dan Menteri Fadli Zon, sebagai pihak dari pemerintah yang berwenang menetapkan hal itu, lebih bijak kiranya mendengarkan pula pendapat lain. Sebagai Menteri Kebudayaan, sudah selayaknya Fadli Zon menjadi pengayom seluruh kepentingan budaya nasional. Bukan kepentingan organisasi lagi.

Sudah saatnya Menteri Kebudayaan memikirkan upaya rekonsiliasi dunia perkerisan yang seolah tak mencapai titik temu selama dua dekade ini. Pertikaian Cebong dan Kampret yang seru di perpolitikan  saja bisa diselesaikan, kenapa soal Hari Keris Nasional tidak bisa?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun