Semestinya memang keren, setiap tanggal proklamasi UNESCO itu diperingati sebagai Hari Keris Nasional, untuk mengenang pengakuan dunia. Seperti yang dilakukan Batik maupun Wayang.
Namun karena hari proklamasi keris itu bertepatan dengan Hari Guru Nasional, maka tanggal tersebut tak kunjung ditetapkan oleh pemerintah sebagai Hari Keris Nasional. Bagaimana pun masyarakat Indonesia harus hormat dan mengenang Guru sebagai layaknya "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa" setiap 25 November.
Dan toh sebagian masyarakat perkerisan di Indonesia terus merayakan setiap tanggal proklamasi 25 November dengan inisiatif sendiri sebagai "Hari Keris Sedunia". Peduli amat itu Hari Keris atau bukan. Peringatan dilakukan dengan berbagai ritual dan cara masing-masing.
Sampai hampir dua dekade rupanya penetapan Hari Keris Nasional ini belum mencapai titik temu. Alasan utama yang menyebabkan tak dicapainya kata sepakat selama hampir 20 tahun ini, lantaran kedua organisasi payung perkerisan itu diketuai oleh "dua tokoh partai yang berseberangan" pada waktu itu.Â
Terutama setelah Pemilu dan Pilpres 2014 dan 2019, antara tokoh Gerindra Fadlizon, serta tokoh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Ketika itu masih hangat-hangatnya perselisihan antara "Cebong vs Kampret".
Tetapi dengan ditunjuknya Fadlizon sebagai Menteri Kebudayaan Republik Indonesia (2024-2029) oleh Presiden Prabowo Subiyanto, masyarakat perkerisan Indonesia berharap semestinya Menteri Fadlizon bisa mendorong dilakukannya "rekonsiliasi" guna menghilangkan semacam segregasi organisasi perkerisan yang terjadi selama setidaknya 17 tahun terakhir.Â
Sebagai seorang Menteri Kebudayaan, tentunya diharapkan beliau mampu mewujudkan titik temu atas perbedaan pendapat yang tak kunjungan mencapai kata sepakat, terutama dalam hal menetapkan kapan Hari Keris Nasional dalam kalender nasional. Dan bukan malah mempertegas segregasi organisasi yang tak berkesudahan.
Senapati Nusantara di bawah Hasto Kristiyanto sudah mengajukan kajian akademis soal penetapan Hari Keris Nasional ini. Mereka usulkan Harkerisnas jatuh pada 25 November (Hari Proklamasi Keris sebagai Mahakarya Warisan Kemanusiaan Dunia) kepada pihak pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan beberapa tahun lalu. Usulan ini tidak kunjung mendapat jawaban. Salah satu alasan keberatan pemerintah, tentunya karena hari itu sudah ditetapkan lebih dulu sebagai "Hari Guru Nasional".
Sementara SNKI di bawah Fadlizon malah sudah pernah mengumumkan secara internal bahwa Hari Keris Nasional jatuh pada setiap tanggal 19 April. Kenapa 19 April? Menurut SNKI tanggal tersebut "untuk menandai Kongres Pertama SNKI pasca Proklamasi UNESCO, yang digelar di Kusuma Sahid Prince Hotel Solo pada 19-21 April 2011," Dalam argumennya, SNKI lebih menghargai dinamika nasional perkerisan, ketimbang pengakuan internasional terhadap keris oleh UNESCO. Ini tentunya tidak diterima oleh 'kubu' seberang, Senapati Nusantara.
Alternatif Lain
Apakah tidak ada alternatif lain? Dalam beberapa kesempatan saya pernah tulis, sebenarnya ada alternatif tanggal yang tak kurang penting. Yakni tanggal 4 November sebagai jalan tengah, untuk mempertemukan perbedaan yang tak kunjung usai sampai sekarang.