Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Richard Eliezer Sebuah Paradoks Rasa Keadilan

16 Februari 2023   05:49 Diperbarui: 16 Februari 2023   15:00 1421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Richard Eliezer menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/2/2023).(KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO)

Rasa keadilan akhirnya menemukan jawabnya secara paradoksal di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/02/2023), melalui vonis tokoh eksekutor yang justru menghilangkan nyawa seorang ajudan Brigadir Nofriansyah Hutabarat.

Bharada Richard Eliezer dijatuhi hukuman penjara 1 tahun 6 bulan potong masa tahanan oleh Majelis Hakim yang diketuai Wahyu Iman Santoso, meski  Eliezer terbukti menghabisi  Yoshua atas perintah atasannya, Irjen Ferdy Sambo, pada sebuah hari Jumat (8/7/2023). Hukuman yang jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang meminta Eliezer dihukum 12 tahun penjara.

Mulanya Ferdy Sambo yang mengenakan pakaian dinas lapangan memberi perintah ke Eliezer, "Woy kau tembak...," di rumah dinasnya di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan. 

Pengacara korban, dalam persidangan, menyebutkan hal itu berdasarkan keterangan dari Ferdy Sambo dan diperkuat dengan adanya bukti rekaman CCTV.

Eliezer menembak maksimal lima kali dengan senjata jenis Glock. Seingatnya, Yoshua kemudian terkapar bersimbah darah dan masih mengerang, sekarat. Dan Ferdy Sambo yang bersarung tangan setidaknya menembak dua kali di kepala korban dengan Glock-17 bikinan Austria.

Vonis Majelis Hakim PN Jakarta Selatan atas Eliezer disambut sorak riuh, Rabu kemaren. Sangat bertolak belakang dengan suasana saat Jaksa Penuntut Umum bulan lalu menuntut hukuman 12 tahun penjara untuk Eliezer. Jauh lebih berat dari tuntutan untuk para anggota komplotan perencana pembunuhan, Putri Candrawathi, Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf yang 8 tahun, sementara Sambo tadinya dituntut seumur hidup. Hakim kemudian memvonis hukuman mati terhadap Sambo. Dan komplotannya 20 tahun serta 15 tahun..

Upah Kejujuran

"Itulah upah orang yang jujur...," komentar Samuel Hutabarat, ayah kandung almarhum Yoshua Hutabarat, ketika ditanya wartawan televisi, setelah Richard Eliezer mendapat vonis ringan 1 tahun 6 bulan penjara, Rabu (15/2).

Richard Eliezer ketika dijatuhi vonis Hakim (Tangkapan Layar Kompas TV)
Richard Eliezer ketika dijatuhi vonis Hakim (Tangkapan Layar Kompas TV)
Ayah korban Yoshua memuji Majelis Hakim, Wahyu Iman Santoso, Morgan Simanjutak dan Alimin Ribut Sujono yang mendengarkan suara publik, agar rasa keadilan ditegakkan setelah mereka kecewa dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum sebulan lalu, yang mereka rasa merobek rasa keadilan.

Menurut Samuel Hutabarat, keluarga almarhum Yoshua Hutabarat mengaku kecewa lantaran dalih pembunuhan, yakni pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi isteri Ferdy Sambo yang sudah di-SP3 (dihentikan saat penyidikan, karena dinilai kurang bukti, dan tanpa visum), masih dihidupkan lagi oleh pengacara di pengadilan. Dan Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutannya bahkan menyimpulkan adanya perselingkuhan yang dilakukan Yoshua Hutabarat terhadap Putri Candrawathi.

"Kami dari keluarga meminta agar kehormatan almarhum Yoshua dikembalikan," jerit Rostin Simanjuntak, ibu Yoshua Hutabarat, dalam wawancara oleh wartawan televisi selepas pembacaan vonis terhadap Eliezer di ruang pengadilan, menanggapi meruyaknya dalih pelecehan seksual itu.

Paradoks Eliezer

Dan paradoks rasa keadilan itu justru muncul dari eksekutor yang ikut mencabut nyawa Yoshua, yaitu Richard Eliezer Pudihang Lumiu, sahabat sekamar almarhum Yoshua Hutabarat. Justru keluarga Yoshua mengaku gembira, hakim telah menetapkan putusan hukuman ringan pada Eliezer.

"Kami keluarga semua kaget, ketika tahu bahwa Bharada Eliezer yang menembak Yoshua," kata Samuel Hutabarat., "karena kami tahu, beberapa bulan terakhir di rumah Saguling, Bharada Eliezer menjadi teman sekamar Yoshua," katanya.

Mereka kemudian menyadari, bahwa Bharada Eliezer tidak bisa menolak perintah atasan yang dalam hirarki kepangkatannya 18 tingkat lebih tinggi dari Eliezer yang pangkatnya terendah di kepolisian, hanya seorang Bharada. Irjen Ferdy Sambo, sebagai atasan, telah mengorbankan Eliezer untuk mengeksekusi sahabatnya sendiri.

"Itu perbuatan yang kejam...," komentar Samuel Hutabarat pula, dalam tayangan di televisi. Dan bahkan setelah Yoshua mati pun, ajudan Ferdy Sambo itu masih dituduh melakukan pelecehan seksual. Digugurkan dalam penyidikan bahwa tindakan itu dilakukan di rumah Saguling, "lalu dihidupkan lagi, dikatakan dilakukan di rumah (anak Ferdy Sambo) di Magelang," kata Samuel Hutabarat pula.

"Itu sebabnya, setelah pengadilan ini kami dari pihak keluarga minta agar kehormatan almarhum Yoshua dikembalikan," kata Samuel Hutabarat pula.

Justice Collaborator

Paradoks yang terjadi melalui diri Richard Eliezer dimulai ketika Eliezer mengajukan diri sebagai Justice Collaborator di awal penyidikan. Richard Eliezer bersedia mengungkapkan pengakuan secara jujur atas peristiwa yang terjadi di Duren Tiga.

"Richard Eliezer membuat peristiwa yang tadinya tertutup, menjadi terang benderang...," kata Samuel Hutabarat pula. Kejujuran Eliezer diyakini oleh pihak keluarga, karena Eliezer memang sahabat sekamar Yoshua Hutabarat.

Sejak awal penyidikan, semua pihak termasuk anggota polisi yang terlibat pembunuhan berencana, menutup rapat peristiwa. Bahkan mereka merusak bukti-bukti berupa rekaman-rekaman CCTV di rumah dinas Ferdy Sambo serta rumah sekitar Duren Tiga. Kemudian dikembangkan cerita rekayasa, bahwa terjadi pelecehan seksual atas Putri Candawathi dan kemudian terjadi tembak-menembak antara Yoshua Hutabarat dan Richard Eliezet. Sampai kemudian Richard Eliezer sendirian bersedia menjadi Justice Collaborator, atau saksi pelaku yang bersedia bekerja sama agar peristiwa terungkap.

"Dari awal Richard Eliezer meminta maaf pada keluarga, dan bahkan bersujud, itu tanda ia tulus dan jujur," ungkap Rostin Simanjutak dalam wawancara di televisi. Padahal, semula mereka putus asa lantaran pihak yang terlibat menutup rapat, dan mengembangkan rekayasa peristiwa. Eliezer berjasa membuat peristiwa yang gelap ini jadi terang.

Justice Collaborator memang merupakan hal baru, yang semula berkembang dalam peradilan perkara korupsi. Dengan dimulainya praktek atau pengakuan tentang adanya Justice Collaborator dalam peradilan kriminal pada kasus pembunuhan berencana atas Yoshua Hutabarat ini, maka ke depannya Indonesia akan disemarakkan dengan munculnya para saksi pelaku.

Praktek Justice Collaborator dimulai di Amerika Serikat pada tahun 1970-an, saat peradilan AS memerangi praktek para mafia. Di Indonesia sendiri, baru dimunculkan melalui Undang-undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Undang-undang Nomor 31 tahun 2014 (berupa perubahan UU No 13 tahun 2006), serta SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) Nomor 04 tahun 2011, serta Peraturan Bersama Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, Kapolri, KPK, dan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi Korban) tentang perlindungan bagi Pelapor, Saksi Pelapor, dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama.

Dengan payung hukum ini, maka publik pencari hukum mulai berharap akan dikikisnya praktek mafia peradilan, yang diduga masih kuat mencengkeram perdilan di negeri ini. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun