Ada setidaknya tiga kesempatan bendera Merah Putih boleh dikibarkan di negeri orang.
Pertama saat kunjungan Kepala Negara Republik Indonesia di luar negeri. Kedua, di wilayah kedaulatan Indonesia di luar negeri seperti Kedutaan Besar, Konsulat atau Perwakilan Pemerintah RI atau Kantor Perserikatan Bangsa-bangsa di New York. Dan ketiga saat peristiwa olahraga internasional seperti Olimpiade, Asian Games, SEA Games, pertandingan sepak bola internasional, kejuaraan beregu Piala Thomas dan Piala Uber yang atlet-atletnya mewakili nama negara.
Kekecewaan sebagian besar rakyat Indonesia mendadak sontak menyeruak, ketika peristiwa heroik Anthony Sinisuka Ginting, Jonatan Christie, Fajar Alfian, Muhammad Rian Ardianto dan kawan-kawan berhasil membawa kembali lambang supremasi bulu tangkis beregu putra dunia, Piala Thomas pertama kali dalam 19 tahun di Aarhus, Denmark Minggu (17/10/2021), tanpa disertai kibaran bendera Merah Putih saat pengumuman pemenang.
Masih sempat dikumandangkan, lagu Indonesia Raya di Ceres Arena, Aarhus, Denmark, setelah kemenangan fenomenal itu. Tetapi tidak seperti peserta negara lain, kemenangan Indonesia justru tidak disertai kibaran bendera kebangsaan Merah Putih, akan tetapi bendera PBSI alias Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia. Media dan terutama media sosial di Tanah Air pun sontak menyambut kejadian janggal itu dengan hiruk pikuk.
Persatuan Bulu Tangkis Dunia (BWF, Badminton World Federation) rupanya sudah mengikuti aturan, bahwa sejak 7 Oktober 2021 Indonesia dikenai sanksi tak boleh bendera Merah Putih dikibarkan saat pemberian medali, selain menggunakan bendera Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI), meski lagu kebangsaan Indonesia Raya diperdengarkan.
Hari Kamis 7 Oktober 2021, sepuluh hari menjelang pertarungan final tim Indonesia melawan Republik Rakyat China di final bulu tangkis Piala Thomas di Aarhus, Agen Anti Doping Dunia, World Anti Doping Agency (WADA) mengumumkan, bahwa Korea Utara, Thailand dan Indonesia dinyatakan tak mematuhi (non compliant) aturan yang sudah ditetapkan WADA karena Agen Anti Doping Nasionalnya tidak menerapkan program tes doping yang efektif sesuai aturan Anti Doping 2021 yang disepakati dunia.
Konsekuensi "Tak Patuh"
Konsekuensi dari pernyataan "tak patuh" yang segera diberlakukan saat itu mulai 7 Oktober 2021 adalah bahwa atlet-atlet Korut, Thailand, dan Indonesia boleh saja bertanding di kejuaraan-kejuaraan regional, antar-benua maupun kejuaraan dunia, akan tetapi benderanya tidak boleh dikibarkan. Kecuali pada Olimpiade.
Yang tidak kurang berat, ketiga negara itu juga tidak berhak menjadi tuan rumah kejuaraan regional, antar-benua ataupun kejuaraan-kejuaraan dunia selama masa skorsing (hukuman). Perwakilan dari Korut, Thailand, dan Indonesia juga tidak berhak duduk sebagai anggota komite sampai ketiga negeri ini ditetapkan kembali, atau selama periode setahun atau mana yang lebih lama dari waktu tersebut.
Dalam pernyataan 7 Oktober 2021 itu, WADA juga mengatakan bahwa Agen Anti Doping Nasional (NADO) dari Korut maupun Indonesia ditetapkan sebagai tidak patuh karena tidak menerapkan program tes doping yang efektif.
Sementara Thailand dinyatakan tidak patuh karena kegagalan mengimplementasikan secara penuh berbagai aturan Anti Doping 2021 yang sudah ditetapkan oleh Agen Anti Doping Dunia tersebut. NADO di Indonesia disebut sebagai LADI atau Lembaga Anti Doping Indonesia.
Konsekuensi lainnya lagi, Agen Anti Doping Nasional (NADO, di Indonesia disebut LADI) kehilangan hak istimewa WADA sampai saat pemulihan kembali, termasuk di antaranya keberadaan kantor WADA setempat atau posisi apapun sebagai anggota dewan atau komite WADA atau badan lain. Negara penandatangan juga tidak memenuhi syarat untuk menyelenggarakan acara apapun yang diselenggarakan bersama WADA.