Mohon tunggu...
Jimmy Hitipeuw
Jimmy Hitipeuw Mohon Tunggu... Guru - Mantan wartawan

Pemerhati isu sosial dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Memahami Bentuk Kejahatan dari Sudut Bahasa Menjelang Pilpres 2024

9 Februari 2024   20:20 Diperbarui: 9 Februari 2024   20:24 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kejahatan di dunia maya seperti ujaran kebencian maupun berita bohong cenderung meningkat belakangan ini, terutama menjelang pemilu 2024. Tentunya, aparat keamanan seperti POLRI perlu mengindentifikasi secara khusus sampai sejauh mana suatu tindak kejahatan dapat dikategorikan di antaranya sebagai ujaran kebencian, berita bohong, dan bahkan hingga pesan latar belakang upaya bunuh diri.

Bentuk permasalahan dalam kejahatan berbahasa yang telah menyebar luas dengan pesat ini antara lain merupakan dampak dari keterbukaan dan kebebasan informasi melalui media sosial. Hal tersebut menjadi latar belakang terbentuknya kolaborasi antara ahli hukum dan bahasawan untuk menyelesaikan kasus pidana maupun perdata yang melibatkan bahasa. Melihat sekelumit permasalahan ini, sudah saatnya masyarakat sadar dan paham bahwa ada etika dalam berbahasa.

Bahasa, sebagai sistem semiotika sosial, dapat dibagi menjadi 3 moda berupa lisan, tulisan, selain kombinasi visual, baik dalam gambar dan video. Kombinasi moda atau multimodalitas dalam penyampaian makna ini dapat dijadikan data dalam analisis linguistik forensik (teks forensik) sebagai dasar pembuktian pada konteks hukum dan konteks kriminal.

Ketiga moda tersebut, dalam kajian teks forensik, nantinya juga akan dipertimbangkan dalam konteks atau semua situasi maupun hal yang berada di luar teks dan memengaruhi penggunaan bahasa, seperti lingkungan kebahasaan, fisik, atau mental yang dirujuk oleh penggunanya.

Kajian terhadap ketiga moda tersebut diperlukan nantinya untuk melihat apakah terbukti ada unsur kejahatan dalam suatu kasus ujaran kebencian di media sosial berdasarkan rujukan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) atau pembaharuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Tidak hanya terbatas pada kasus ujaran kebencian, linguistik forensik juga merupakan kajian ilmiah bahasa dalam pembuktian hukum yang bertujuan memecahkan masalah hukum lainnya seperti penipuan merek dagang, persengketaan kontrak (perjanjian), defamasi (fitnah, pencemaran nama baik, penghinaan/penistaan), hasutan, konspirasi, penyuapan, sumpah palsu, pengancaman, serta praktik penipuan perdagangan.

Seperti diakui oleh Dr. Nur Hizbullah, S.Ag, M.Hum., Ketua Program Studi Magister Program Studi Linguistik Terapan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Al-Azhar Indonesia, ruang lingkup linguistik forensik tidak hanya terbatas pada kasus-kasus di media digital, tetapi lebih meluas dari itu. Sebagai contoh plagiarisme merupakan salah satu isu yang mendapatkan sorotan linguistik forensik di dunia akademik.

Menurut Dr. Nur Hizbullah, Universitas Al-Azhar Indonesia bertekad memperkuat materi linguistik forensik ke dalam kurikulum perkuliahan Program Studi Linguistik Terapan Program Magister sebagai upaya meningkatkan kemampuan ahli bahasa di bidang linguistik forensik dan membuka kesadaran masyarakat akan keahlian dalam bidang ini.

Penggunaan linguistik forensik sudah lazim diterapkan oleh penegak hukum negara-negara maju, tetapi perkembangan ilmu linguistik forensik sendiri di Indonesia belum optimal. Linguistik forensik di antaranya telah berhasil membantu mengungkap berbagai perkara hukum seperti kasus salah tangkap Timothy Evans di Wales dan kasus pemboman berantai di universitas dan bandar udara London.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun