Seandainya Presiden Jokowi naik mobil dari Medan ke Sibolga, maka dia akan tahu mengapa masyarakat Tapanuli ngin dijadikan satu provinsi. Dari Medan hingga Pematang Siantar jaannya masih bagus; tentu saja belum sebagus jalan kalau kita naik mobil dari Jakarta ke Bandung atau dari Jakarta ke Surabaya.
Namun kalau perjalanan mobil dilanjutkan dari Pematang Siantar ke Sibolga maka jalan berlobang-lobang dan berbahaya merupakan pemandangan yang biasa. Kalau orang yang terbiasa hidup di pulau Jawa melewatinya dalam hati akan berkata mudah-mudahan tidak pernah dimutasi ke daerah ini. Itu saja sudah menunjukkan memang wilayah yang sangat luas itu (jauh lebih luas dari Banten, Bangka Belitung, dll) perlu perhatian.
Tentu saja pembentukan provinsi tidak serta merta menyelesaikan masalah di Tapanuli. Minimnya pembangunan infrastruktur hanyalah salah satu masalah yang dihadapi. Perlindungan lingkungan hidup, kesehatan, kebersihan juga merupakan masalah yang dihadapi Tapanuli. Masalah lain tentu banyak, misalnya perlunya sumber daya manusia yang bisa membantu masyarakat karena umumnya putra-putri Tapanuli saat ini lebih senang tinggal di pulau Jawa yang lebih maju dari pada menikmati daerah sendiri yang terbelakang.
Dengan terbentuknya Provinsi Tapanuli maka keterbelakangan daerah itu, yang pernah digolongkan sebagai salah satu daerah paling miskin di Indonesia, diharapkan akan bisa dikurangi. Perilaku politisi yang kurang dewasa sehingga menghentikan upaya pembetukan provinsi Tapanuli tidak seharusnya dibiarkan menjadikan masyarakat Tapanuli (bukan politisi) menjadi tetap hidup terbelakang.
Ketika pakar geologi dunia sedang mengadakan penelitian tentang asal usul dan masa depan danau Toba yang ada di Tapanuli yang merupakan hasil erupsi gunung berapi terbesar dalam sejarah dunia ribuan tahun lalu itu, kehidupan masyarakatnya tetap terbelakang hingga saat ini.
Semoga Presiden Jokowi mengarahkan pandangannya ke wilayah Tapanuli yang bukan mustahil menyimpan wilayah di mana penduduknya hidup jauh lebih miskin dari masyarakat di daerah kumuh di sekitar kota Solo yang menggugah Jokowi untuk membangun Indonesia itu. Ketika Tapanuli minta merdeka, bukan untuk memisahkan diri dari NKRI tapi diperlakukan sama dengan daerah lainnya di NKRI. Setidaknya perbaikilah jalan-jalan dari Pematang Siantar ke Sibolga dan Padang Sidempuan agar masyarakat yang masih hidup miskin itu bisa lebih baik memperbaiki hidupnya!
Apalagi saat menjelang Pilpres Juli 2014, hampir semua sudut-sudut kampung penuh dengan gambar Jokowi-JK dan saat ditanya apakah mengenal sosok Jokowi-JK dengan lugu masyarakat yang banyak tidak lulus SD itu mengatakan jika memilih orang dengan wajah sederhana itu barangkali akan terjadi perubahan di Tapanuli. Katanya tidak ada yang menyuruh mereka memasang gambar-gambar itu. Mungkin harapan terakhir masyarakat yang terkenal gigih bekerja itu?
Ketika sebagian kelompok masyarakat bertindak anarkis di masa lalu ketika menyerukan pembentukan provinsi Tapanuli, bukan berarti masyarakat Tapanuli saat ini harus tetap dibiarkan hidup terbelakang. Semoga Presiden Jokowi mau memerhatikan kampung halaman Jenderal Abdul Harris Nasution, Jenderal Maraden Panggabean dan Jenderal Luhut Panjaitan itu.