Mohon tunggu...
Jimmy Haryanto
Jimmy Haryanto Mohon Tunggu... Administrasi - Ingin menjadi Pembelajaryang baik

Pecinta Kompasiana. Berupaya menjadi pembelajar yang baik, karena sering sedih mengingat orang tua dulu dibohongi dan ditindas bangsa lain, bukan setahun, bukan sepuluh tahun...ah entah berapa lama...sungguh lama dan menyakitkan….namun sering merasa malu karena belum bisa berbuat yang berarti untuk bangsa dan negara. Walau negara sedang dilanda wabah korupsi, masih senang sebagai warga. Cita-cita: agar Indonesia bisa kuat dan bebas korupsi; seluruh rakyatnya sejahtera, cerdas, sehat, serta bebas dari kemiskinan dan kekerasan. Prinsip tentang kekayaan: bukan berapa banyak yang kita miliki, tapi berapa banyak yang sudah kita berikan kepada orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menko Polhukam: Benarkah Jenderal Dilatih untuk Menghancurkan, Bukan untuk Membangun?

31 Januari 2015   01:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:04 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menarik untuk menyimak kisah para jenderal kita. Tentu yang paling menonjol adalah kisah jenderal purnawirawan Tedjo Edhy Purdiyatno yang merupakan Menko Polhukam. Pernyataannya yang menganggap pendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rakyat tidak jelas menuai banyak kritikan. Bahkan menurut Kompasianer yang kebetulan menjadi wakil presiden saat ini yakni Jusuf Kalla mengatakan Presiden Jokowi dan JK sendiri sudah menegurnya supaya lebih berhati-hati karena sering mengeluarkan pernyataan yang kurang simpatik.

Banyaknya jenderal Indonesia yang menimbulkan kontroversi, mengingatkan kita pada ceritera atau kisah jenderal Jerman tahun 1940an yang diminta Hitler untuk loyal. Saat kota-kota Jerman diserang Perancis, seorang jenderal Jerman berniat untuk menghancurkan seluruh Perancis termasuk kota Paris. Tapi saat serangan sudah direncanakan, ternyata bom-bom tidak meledak dan kota Paris tidak jadi hancur. Jenderal itu walau kecewa, mengakui bahwa memang kota Paris rupanya sudah ditakdirkan untuk tidak hancur.

Ketika jenderal itu diingatkan bahwa apalah artinya menghancurkan kota yang indah itu dengan jutaan orang yang hidup di dalamnya termasuk isteri dan anak-anaknya, jenderal itu berkata, "jutaan jiwa orang mati tidak ada artinya bagi saya, saya hanya dilatih untuk menghancurkan bukan untuk membangun!"

Sang jenderal  menjelaskan bahwa kota-kota Jerman sudah dihancurkan, maka tidak ada pilihan lain kecuali menghancurkan Perancis, termasuk kota Paris. Bagi seorang jenderal hanya dengan kemenangan barulah, kekalahan sebelumnya bisa dipulihkan.

Para jenderal di Indonesia mungkin juga lebih banyak dilatih untuk menghancurkan musuh. Namun zaman sudah berubah, musuh saat ini tidak harus diartikan sebagai manusia. Para jenderal Indonesia perlu ikut berjuang dengan rakyat untuk menghadapi musuhnya yaitu korupsi, kejahatan, kecurangan, dll yang menghancurkan kehidupan masyarakat.

Jenderal Tedjo Edhy Purdiyatno, Jenderal Budi Gunawan, Jenderal Budi Waseso perlu berubah haluan agar tidak sekadar menghancurkan, tetapi juga membangun Indonesia. Memang ada harga yang harus dibayar, dan ada resiko yang harus diterima. Kemewahan dan fasilitas akan berkurang, tapi Presiden Jokowi sendiri sudah menunjukkan bahwa kemewahan dan fasilitas bukan yang utama. Jenderal Hoegeng Iman Santoso juga dikenal sebagai jenderal yang berani mengambil keputusan tepat dengan berpihak ada rakyat walaupun akhirnya dimusuhi Presiden Soeharto. Tapi hingga saat ini rakyat Indonesia lebih kagum pada Hoegeng dari pada Pak Harto.

Para jenderal Indonesia yang dilatih hanya untuk menghancurkan, bukan untuk membangun, kini perlu berubah. Jenderal Indonesia juga harus bisa membangun dan jangan menganggap rakyat sebagai musuh, tapi sebagai komandan yang harus dipatuhi. Rakyat mana? Seluruh rakyat Indonesia jelas adalah komandan. Jenderal angkatan darat, laut, darat dan kepolisian tidak boleh menyakiti hati masyarakat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun