Sebagaimana kita ikuti bersama, kegaduhan sempat terjadi di tanah air yang dipicu oleh tindakan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengajukan salah satu nama calon Kapolri kepada Presiden Jokowi, yang ternyata mengandung masalah karena memiliki rekening gendut. Celakanya Presiden Jokowi memilih nama itu pula seabagai calon tunggal Kapolri. Kemudian Presiden Jokowi mengajukan nama itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mendapatkan pembahasan. Tapi pengajuan belum sampai ke DPR, kemudian KPK menetapkan calon Kapolri itu sebagai tersangka pelaku korupsi. Maka sejak itu bergulirlah upaya Polri "menyingkirkan" pimpinan KPK yang ditandai dengan dijadikannya Abraham Samad dan Bambang Widjojanto sebagai tersangka dan telah digantikan Taufikurahman Ruki dan Idrianto Senoadji. Presiden Jokowi pun membatalkan pencalonan Komjen Budi Gunawan dan mengajukan Wakapolri Komjen Badrodin Haiti sebagai calon tunggal Kapolri. Komisaris Jenderal Badrodin Haiti yang menjadi calon tunggal Kapolri... anak buahnya ada yang hidup di kandang sapi… (Sumber: Sabrina Asril/Kompas.com). Apakah Komisaris Jenderal Badrodin Haiti merupakan calon Kapolri yang didambakan masyarakat? Mungkin dari yang ada dia yang terbaik. Tapi membandingkannya dengan Kapolri Hoegeng Imam Santosa mungkin masih jauh. Menurut penelusuran harian Kompas terakhir kali dia menyerahkan LHKPN pada 2 Mei 2014 dengan harta senilai Rp 8.290.211.160 dan 4.000 dollar AS. Bukan itu saja, Badrodin Haiti pun masih perlu belajar dalam banyak hal dari jenderal yang rela kehilangan jabatan Kapolri demi mempertahankan prinsip yang benar itu. Kapolri Hoegeng Imam Santosa mengatakan bahwa dia pernah dirayu seorang pengusaha cantik keturunan Makassar-Tionghoa yang terlibat kasus penyelundupan. Wanita itu meminta Hoegeng agar kasus yang dihadapinya tak dilanjutkan ke pengadilan. Saat itu Hoegeng sedang sangat gencar-gencarnya memerangi penyelundupan. Dia tidak peduli siapa yang ada di belakang penyelundup tersebut, semuanya pasti disikatnya. Wanita itu rupanya mau mengajak damai Kapolri Hoegeng, dan berbagai hadiah mewah dikirimkan ke alamat Hoegeng. Namun Hoegeng menolaknya mentah-mentah, dan hadiah itu langsung dikembalikan oleh Hoegeng walaupun saat itu belum ada KPK seperti sekarang ini. Tapi rupanya si wanita cantik itu tidak putus asa, dan terus saja mendekati Hoegeng dengan berbagai cara yang licik. Yang membuat Hoegeng heran saat itu, justru teman-temannya di Kepolisian dan Kejaksaan yang memintanya untuk melepaskan wanita tersebut. Hoegeng menjadi heran, kenapa begitu banyak pejabat yang mau menolong pengusaha wanita tersebut. Belakangan Hoegeng mendapat kabar, bahwa wanita itu tidak segan-segan tidur dengan pejabat demi memuluskan aksi penyelundupannya. Hoegeng pun hanya bisa mengelus dada prihatin menyaksikan tingkah polah koleganya yang terbuai uang dan rayuan wanita.
Kini setelah kegaduhan Polri dan KPK mulai mereda, nampaknya tidak ada pilihan lain bagi negeri ini kecuali menerima Komjen Badrodin Haiti sebagai Kapolri. Tentu tidak salah bagi Kapolri memiliki rekening gendut kalau itu dilakukan dengan halal dan sesuai aturan, namun lebih penting lagi para pejabat negeri ini seharusnya bisa membantu masayarakat agar dapat memiliki rekening yang gendut seperti mereka tanpa harus melanggar aturan dan etika. Masyarakat juga berharap agar Kapolri baru dapat menjelaskan tentang keberadaan rekening Komjen Budi Gunawan yang Rp. 57 miliar itu. Itu tidak boleh didiamkan. Klarifikasi itu baik untuk masyarakat, dan baik juga untuk Budi Gunawan sendiri. Memang tidak mudah untuk menjadi Kapolri saat ini!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H