Mohon tunggu...
Jimmy Haryanto
Jimmy Haryanto Mohon Tunggu... Administrasi - Ingin menjadi Pembelajaryang baik

Pecinta Kompasiana. Berupaya menjadi pembelajar yang baik, karena sering sedih mengingat orang tua dulu dibohongi dan ditindas bangsa lain, bukan setahun, bukan sepuluh tahun...ah entah berapa lama...sungguh lama dan menyakitkan….namun sering merasa malu karena belum bisa berbuat yang berarti untuk bangsa dan negara. Walau negara sedang dilanda wabah korupsi, masih senang sebagai warga. Cita-cita: agar Indonesia bisa kuat dan bebas korupsi; seluruh rakyatnya sejahtera, cerdas, sehat, serta bebas dari kemiskinan dan kekerasan. Prinsip tentang kekayaan: bukan berapa banyak yang kita miliki, tapi berapa banyak yang sudah kita berikan kepada orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bahasa Jokowi di Beijing Bukan Basa-Basi!

11 November 2014   12:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:06 1994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pidato Presiden Jokowi di hadapan ratusan para pengusaha Cina atau Tiongkok dalam rangka pertemuan APEC 2014 disampaikan dalam bahasa Inggris. Secara terus terang bahasa Inggris yang disampaikan tidak terlalu hebat, masih ada kesalahan-kesalahan kecil seperti seharusnya past tense tapi disampaikan dalam present tense. Tapi itu menjadi tidak terlalu penting ketika pesan yang disampaikan jelas.

Ketika Presiden Jokowi menjelaskan proyek jalan tol di Jakarta yang dimulai 15 tahun lalu harus berhenti sejak delapan tahun lalu karena 150 keluarga tidak bisa menerima ganti rugi, maka Jokowi saat gubernur DKI empat kali melakukan pertemuan dan masalahnya selesai bahkan jalan tolnya sudah digunakan sekarang.

Para pendengar terpaksa berbicara satu sama lain seolah mengatakan bahwa semua masalah itu bisa diselesaikan. Apalagi Jokowi minta agar para menteri, gubernur, bupati dan wali kota turut membantu penyediaan lahan bagi investasi. Hal itu sangat meyakinkan para investor asing untuk datang membantu membangun Indonesia.

Dari paparan Presiden Jokowi itu terlihat dengan jelas dan sangat mudah diingat potensi besar yang dimiliki Indonesia dan apa yang dapat dilakukan membuat Indonesia lebih baik. Untuk yang tidak setuju dengan kenaikan harga BBM seperti Efendi Simbolon misalnya pidato Jokowi ini mampu meyakinkan pengusaha asing. Jokowi menjelaskan subsidi minyak mencapai 200 triliun rupiah, dan yang menikmati bukan masyarakat miskin. Jokowi mengatakan lebih baik subsidi digunakan untuk membantu para petani dan nelayan misalnya membeli bibit, pupuk sehingga hidup mereka lebih baik.

Tentu hal itu masuk akal. Dengan subsidi minyak yang sangat besar maka bukan hanya rakyat kecil yang menikmatinya, tapi juga pengacara kaya seperti Hotman Paris Hutapea dengan berbagai mobil mewahnya. Lebih baik harga BBM lebih tinggi sehingga orang-orang kaya (dengan membeli BBM yang sedikit lebih tinggi) juga dapat membantu orang miskin secara tidak langsung untuk menyediakan bibit dan pupuk bagi para petani.

Bidang investasi apa yang ditawarkan Presiden Jokowi dengan pidato bahasa Inggris yang sederhana itu? Tol laut yang membuat harga semen dan barang-barang kebutuhan masyarakat lainnya di seluruh Indonesia kurang lebih sama, pembangunan kereta api di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua, dan pembangunan pembangkit listrik karena merupakan kebutuhan mendasar.

Di akhir pertemuan semakin terlihat kesederhanaan Presiden Jokowi, tapi semakin terlihat pula sikap para pendengar atau para pengusaha yang melihat bahwa Presiden Indonesia ini apa adanya dan dapat dipercaya omongannya. Bahasa Inggris yang lancar dan kata-kata indah memang penting, tapi dari penampilan Jokowi di Beijing ini terlihat bahwa ketulusan dan kesederhanaan sang presiden bisa membawa hasil yang diharapkan.

"Thank you, thank you, Terima kasih", kata Presiden Jokowi menutup paparannya yang disambut tepuk tangan riuh para pengusaha asing tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun