Mohon tunggu...
Jimmy Haryanto
Jimmy Haryanto Mohon Tunggu... Administrasi - Ingin menjadi Pembelajaryang baik

Pecinta Kompasiana. Berupaya menjadi pembelajar yang baik, karena sering sedih mengingat orang tua dulu dibohongi dan ditindas bangsa lain, bukan setahun, bukan sepuluh tahun...ah entah berapa lama...sungguh lama dan menyakitkan….namun sering merasa malu karena belum bisa berbuat yang berarti untuk bangsa dan negara. Walau negara sedang dilanda wabah korupsi, masih senang sebagai warga. Cita-cita: agar Indonesia bisa kuat dan bebas korupsi; seluruh rakyatnya sejahtera, cerdas, sehat, serta bebas dari kemiskinan dan kekerasan. Prinsip tentang kekayaan: bukan berapa banyak yang kita miliki, tapi berapa banyak yang sudah kita berikan kepada orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apa Sesungguhnya yang Dicari Peminat Kekuasaan itu?

27 Juni 2016   21:10 Diperbarui: 27 Juni 2016   21:41 3
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Terilhami dengan kenyataan banyak yang maju untuk menjadi calon gubernur DKI tahun 2017 karena tidak menyukai Gubernur Ahok, muncul pertanyaan apa sesungguhnya arti pemerintahan itu. 

Saat menyaksikan di televisi penampilan mantan presiden AS Jimmy Carter, George Bush, Bill Clinton, dan George Bush Jr, dan presiden AS Barack Obama, mantan presiden RI BJ Habibie, Megawati Soekarnoputri, dan SBY, akhirnya setelah tidak berkuasa lagi orang menjadi manusia biasa saja, walaupun mereka sangat berkuasa sebelumnya. Apa yang dikenang orang? Ahok saat menjadi wakil gubernur dan gubernur DKI telah menunjukkan keberanian dan ketulusan yang luar biasa.

Saat anggota DPRD DKI ingin menggunakan anggaran Rp. 12 triliun yang tidak jelas antara lain dengan berbagai kedok seperti pengadaan USB, dan seandainya Ahok menyetujuinya dia juga akan mendapat bagian yang besar seperti praktik sebelum-sebelumnya, tapi justeru Gubernur Ahok yang tidak setuju. Itulah sesungguhnya makna pemerintahan, melayani rakyat yang telah memilihnya untuk menjadi pemimpin. 

Memang harus diakui bahwa akibat sikap Ahok yang berani dan lebih berpihak pada rakyat ini banyak yang menjadi “korban” perasaan dan ingin menyingkirkan Ahok. Apa yang mereka cari sebenarnya? Mereka tidak segan-segan menggunakan segala cara seperti agama, ras, sikap marah atau kasar Ahok, Ahok koruptor, dll untuk menjatuhkan Ahok. 

Namun sesungguhnya sikap berani dan tulus yang dimiliki Ahok itulah yang lebih dibutuhkan Indonesia dan dunia dibandingkan dengan sikap para politisi yang pintar berbicara dan bermanuver itu.

Saya pernah menuliskan puisi tentang Ahok agar banyak orang Indonesia yang mau menjadi pemimpin berani dan tulus seperti dia. Ahok. Sebelum engkau dikandung ibumu, Tuhan sudah mengenalmu. Sebelum engkau lahir, Tuhan sudah mengetahuimu. Saat kau di dalam kandungan, Tuhanlah yang membentukmu. Sebelum engkau bersekolah di Belitung, Tuhan sudah tahu kau akan jadi pemimpin yang unik. Sebelum engkau kuliah di Jakarta, Tuhan sudah tahu kecerdasanmu. Saat engkau memutuskan untuk jadi pejabat publik, Tuhan sudah menyiapkanmu. Saat kau menjadi bupati, Tuhan menolongmu untuk tidak korupsi. Saat engkau kalah jadi gubernur Bangka Belitung, Tuhan menolongmu untuk bersabar. Saat kau jadi anggota DPR RI, Tuhan membuatmu berbeda dan tidak ikut arus. Saat Jakarta membutuhkan pemimpin, Tuhan menyandingkanmu mendampingi Jokowi. Saat Tuhan menjadikan Jokowi Presiden, Tuhan menjadikanmu gubernur DKI. Saat kau jadi gubernur DKI, Tuhan menolongmu untuk membenahi ibu kota negeri. Sebelum engkau mengakhiri tugasmu, Tuhan sudah menyiapkanmu untuk tugas lain. Sebelum engkau meninggalkan dunia ini, Tuhan sudah menyediakan tempat bagimu.

Pelajaran yang bisa dipetik dari kenyataan ini Indonesia sebenarnya memerlukan lebih banyak pemimpin berani dan tulus seperti Ahok untuk menjadikan Indonesia lebih maju dan kuat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun