Mohon tunggu...
Jimmy Haryanto
Jimmy Haryanto Mohon Tunggu... Administrasi - Ingin menjadi Pembelajaryang baik

Pecinta Kompasiana. Berupaya menjadi pembelajar yang baik, karena sering sedih mengingat orang tua dulu dibohongi dan ditindas bangsa lain, bukan setahun, bukan sepuluh tahun...ah entah berapa lama...sungguh lama dan menyakitkan….namun sering merasa malu karena belum bisa berbuat yang berarti untuk bangsa dan negara. Walau negara sedang dilanda wabah korupsi, masih senang sebagai warga. Cita-cita: agar Indonesia bisa kuat dan bebas korupsi; seluruh rakyatnya sejahtera, cerdas, sehat, serta bebas dari kemiskinan dan kekerasan. Prinsip tentang kekayaan: bukan berapa banyak yang kita miliki, tapi berapa banyak yang sudah kita berikan kepada orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Ahok Pilih Partai atau Pilih Rakyat?

11 September 2014   14:24 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:01 6294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="558" caption="Wagub DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat masih menjabat Bupati Belitung Timur, Bangka Belitung, sudah terbiasa mau bekerja kasar di lapangan seperti membangun atau membersihkan jalan seperti terlihat dalam kejadian tanggal 5 Desember 2006 ini (Sumber: Dok. TEMPO/Hendra Suhara)."][/caption] Bulan Juli lalu saya menulis tentang Ahok dengan judul "Ahok=Basuki Tjahaja Purnama/Wagub DKI Yang Unik" maka yang membacanya sangat banyak, sekitar 77 ribu; dan yang menyukainya lebih dari 26 ribu melalui facebook. Padahal tulisan itu bukan masuk sebagai trending article (TA) dan bukan jadi headlines (HL). Berarti masyarakat, atau setidaknya pembaca Kompasiana, tertarik membaca kisah Wakil Gubernur DKI yang sebelumnya anggota DPR dan Bupati Belitung itu. Namun setelah saya coba perhatikan, maka bukan karena tulisannya tapi karena tokohnya yakni Ahok itu sendiri yang menarik. Dengan adanya sikap Partai Gerindra yang mengusulkan agar kepala daerah tidak perlu dipilih langsung oleh rakyat, dan oleh DPRD saja, Ahok sadar betul bahwa cara itu akan sangat merugikan masyarakat karena kualitas anggota DPRD yang belum teruji bahkan ada yang tega naik mobil mewah sementara rakyat yang diwakilinya masih banyak yang hidup menderita, maka Ahok membuat pilihan pahit yakni berpihak pada rakyat yang dilayaninya dan bukan pada parpol yang mengusungnya. Parpol yang mengusungnya berang; julukan kutu loncat, tidak loyal, dsb bermunculan ditujukan pada dirinya. Pandangan parpol ini membenarkan anggapan yang mengatakan di zaman reformasi ini kualitas politik, terutama pemahaman politik rakyat Indonesia sudah jauh lebih baik, namun kualitas atau kedewasaan partai politik masih rendah dan perlu diperbaiki. Kisah pilpres 2014 menjadi bukti sejarah bahwa kedewasaan parpol Indonesia masih belum sesuai harapan. Namun Ahok tidak perlu berkecil hati. Rakyat sudah mengenalnya. Memang Ahok merupakan warga negara Indonesia keturunan Tionghoa atau China, namun berani terjun ke dunia politik, karena ingin menyejahterakan masyarakat Indonesia. Dia paham betul sejarah dan sistem ketatanegaraan Indonesia termasuk UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya. Sebelum menjadi Wagub DKI, Ahok adalah anggota DPR RI yang sudah berani tampil beda dengan tidak suka perjalanan dinas ke luar negeri dan sudah sangat kritis terhadap isu-isu yang menjadi kebutuhan masyarakat. Misalnya Ahok pernah mempertanyakan KPU dan Bawaslu mengapa tidak bisa membuat sistem pemilu yang bisa mencegah kecurangan dan memungkinkan tokoh-tokoh idealis yang tidak punya uang banyak untuk menjadi pemimpin atau kepala daerah. Itu disampaikannya berdasarkan pengalamannya sebagai calon gubernur Bangka Belitung yang akhirnya kandas di tengah jalan karena tidak bersedia membayar uang demi jabatan itu. Ahok juga pernah menjadi Bupati Belitung Timur walaupun keturunan China dan beragama Kristen, karena masyarakat di sana sudah mengenal keluarganya yang sangat peduli terhadap sesama. Ayahnya telah mendidik Ahok untuk peduli dengan masyarakat dan itu rupanya sangat membekas dalam diri keluarga itu. Waktu Ahok masih kecil, ayahnya tidak terlalu membanggakan prestasi akademik Ahok karena selalu memberikan ilustrasi anak-anak miskin yang tidak bisa minum susu dan makanan bergizi namun bisa berprestasi itu lebih hebat dari Ahok. Mungkin ini yang membuat Ahok suka mengajak teman-temannya anak-anak kampung untuk  mampir ke rumah sekedar menikmati makanan atau minuman dingin yang tidak bisa mereka nikmati saat itu. Keberhasilan Ahok menjadi Bupati yang bersih tanpa korupsi menjadi tonggak penting dalam karir politiknya. Akibatnya banyak anggaran yang dapat digunakan untuk memperbaiki kehidupan warga Belitung Timur saat itu. Ahok adalah tokoh berani demi kebenaran dan kesejahteraan masyarakat. Dia tidak takut memberikan hidupnya untuk melayani masyarakat. Kebetulan keluarganya juga menganut keyakinan itu bahwa baginya kematian adalah keuntungan jika itu dilakukan demi kebenaran dan untuk kebaikan. “Seandainya saya meninggal, maka saya akan bertemu ayah saya di tempat yang lebih baik dan lebih indah di surga, dan itu sangat menyenangkan,” katanya menjelaskan apa artinya mati adalah keuntungan. Oleh karenanya dalam menjalankan tugasnya untuk memimpin Jakarta dia tidak takut menghadapi siapa pun demi perbaikan Jakarta. Dia juga tidak habis pikir kalau ada stafnya yang tega mengambil uang rakyat untuk memperkaya diri atau orang lain. Kalau dia menemukan pejabat yang tidak memikirkan masyarakat, maka tidak ragu dia untuk meluapkan kemarahannya. Dia memiliki prinsip menarik tentang orang kaya dan orang miskin, dan dia mengaku sebagai orang kaya. Menurutnya orang kaya adalah orang yang tidak punya uang banyak namun selalu merasa cukup; setiap membeli sesuatu selalu merasa sudah punya. Mau beli baju ternyata sudah punya, mau beli makanan ternyata masih ada, mau beli mobil ternyata tidak perlu. Sebaliknya orang miskin adalah orang yang uang dan hartanya banyak namun tidak pernah merasa cukup, selalu merasa belum punya apa-apa. Punya uang banyak tapi merasa rumahnya belum memadai, mobilnya belum cukup, pakaiannya belum begitu bagus, dst. Ini diterapkannya juga kepada anaknya. Mungkin masih kita ingat saat Puteri Indonesia 2013, Whulandary, bertanya kepada Ahok, “Setelah Bapak menjadi Wakil Gubernur, anak Bapak mendapat fasilitas apa?” Ahok pun menjawab, “Baru dua minggu lalu anak saya menangis minta pindah sekolah karena dibilang anak miskin. Anak saya ke sekolah naik bis, temannya diantar naik Alphard. Lalu saya bilang ke anak saya bahwa orang kaya itu bukan orang yang punya Alphard, tetapi orang yang merasa cukup dengan apa pun yang dimilikinya dan bersyukur.” [caption id="attachment_11635" align="aligncenter" width="300" caption="Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) dan isterinya Veronica beserta anak-anak mereka sebagai keluarga sederhana namun harmonis (Foto: Babel Pos/JPNN)."]

[/caption]

Salah satu pelajaran yang bisa dipetik dari sosok ini kalau ingin membangun Indonesia tidak perlu ragu walaupun berasal dari keturunan China, Arab, Pakistan, Eropa, Amerika, dll. Asal tulus dan tidak ada niat korupsi untuk memimpin negeri ini tidak menjadi soal apa pun agama dan latar belakangnya. Seandainya banyak pemimpin Indonesia seperti sosok Ahok ini bukan mustahil negeri ini akan lebih cepat majunya dan hidup masyarakat akan lebih sejahtera sebagaimana kita cita-citakan bersama. Jadi keputusan Ahok untuk keluar dari partai politik karena sudah tidak sesuai aspirasi rakyat sudah tepat. Kepentingan rakyat harus lebih diutamakan dari pada kepentingan partai. Semoga makin banyak tokoh-tokoh muda yang mengikutinya dan tokoh-tokoh lain yang mengatakan mewakili rakyat benar-benar bekerja demi rakyat yang diwakilinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun