Setelah melalui proses panjang, tanggal 12 September 2019 akhirnya Dewan Perwakilan Rakyat akhirnya menetapkan lima pimpinan Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) periode tahun 2019-2023 yakni:1. Firli Bahuri yang masih menduduki Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sumatera Selatan memperoleh 56 suara sebagai KETUA KPK.
2. Alexander Marwata 53 suara sebagai wakil ketua
3. Nurul Gufron 51 suara sebagai wakil ketua
4. Nawawi Pamolango 50 suara sebagai wakil ketua
5. Lili Pintauli Siregar 44 suara sebagai wakil ketua.
Sejak Panitia Seleksi (Pansel) yang dipimpin oleh Yenti Garnasih menyampaikan sepeuluh nama sebagai calon pimpinan KPK kepada Presiden Joko Widodo sudah muncul penentangan terhadap Firli Bahuri yang menjadi Deputi KPK tahun 2018.Â
Bahkan pimpinan KPK serta staf KPK mendukung agar nama Firli dicoret karena pernah melanggar kode etik saat menjadi Deputi KPK sehinga dianggap akan memperlemah KPK.
Namun itulah esensi demokrasi, semua bebas berjuang agar terpilih. Namun saat sudah terpilih, walaupun yang terpilih sebenarnya sangat buruk, harus tetap diterima untuk menjalankan tugasnya. Itu juga yang merupakan salah satu kekurangan demokrasi. Walaupun demikian, sistem demokrasi masih dianggap yang terbaik hingga saat ini.
Bagaimana masyarakat Indonesia menghadapi pimpinan KPK 2019-2023 ini? Pertama harus disadari bahwa dengan diterimanya lima pimpinan KPK bukan berarti itu merupakan akhir dari perjuangan pemberantasan korupsi, justeru ini merupakan babak baru.
Sekalipun mungkin Firli Bahuri memiliki banyak kekurangan atau kelemahan dan ingin melemahkan KPK, namun masih ada empat pimpinan lain yang bisa menjaga agar KPK itu tetap konsisten dalam upaya pemberantasan korupsi.Â
Empat pimpinan KPK lainnya harus solid untuk tetap teguh melakukan pemberantasan korupsi. Kedudukan 4-1 masih bisa menyelematkan KPK seandainya ada upaya melemahkan lembaga itu.
Selanjutnya justeru Firli Bahuri perlu lebih berhati-hati karena dari awal sudah disoroti masyarakat. Dia harus membuktikan bahwa dia pantas untuk menduduki jabatan Ketua KPK itu. Sendainya dia melakukan pelanggaran dalam menjalankan tugasnya bukan mustahil dia digeser.