Hari Rabu lalu, tepatnya tanggal 10 Oktober 2018 sebanyak 112 rektor perguruan tinggi negeri (PTN) Indonesia bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Negara. Dalam pertemuan itu Menteri Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi Muh. Nasir mengatakan hanya tiga perguruan tinggi Indonesia yang masuk 500 besar dunia yakni Universitas Indonesia (peringkat 277), Institut Teknologi Bandung (331), dan Universitas Gajah Mada (401-410) berdasarkan QS world university rankings 2018.
Selanjutnya Presiden Jokowi menyatakan keheranannya karena hanya tiga peruguruan tinggi terbaik Indonesia yang masuk 500 besar dunia, dan itupun tidak satupun yang masuk 200 besar dunia, apalagi 100 besar dunia. Sementara tetangga kita yakni Nanyang Technology University (NTU) Singapore berada di urutan ke-11 dan National University of Singapore berada di urutan ke-15.
Tentu kita bisa mengatakan jangan membandingkan dengan Singapura yang sudah maju. Bagaimana kalau kita bandingkan dengan negara lain yang ekonominya masih di bawah Indonesia seperti Argentina yang secara eknomi nomor 24 dunia dan Indonesia berada di urutan ke-16 ekonomi dunia? Univerdad de Buenos Aires (UBA), Argentina bisa berada di peringkat ke-75 dunia.
Dulu kita anggap karena penghasilan dosen di universitas di Indonesia membuat kualitas perguruan tinggi kita rendah. Ternyata penghasilan dosen perguruan tinggi di Argentina, termasuk di UBA, jauh lebih kecil dibandingkan dengan penghasilan dosen di perguruan itnggi di Indonesia, karena gaji guru dan dosen di negara-negara Amerika Latin relatif sama. Tidak heran dosen di Argentina sering ikut turun ke jalan melakukan demonstrasi untuk meningkatkan penghasilannya.
Namun demikian penghargaan measyarakat Argentina terhadap guru dan dosen bukan dilakukan dengan materi, tapi dengan sikap hormat. Walaupun pakaian para dosen tidak segemerlap pengusaha atau profesional lainnya tapi masyarakat Argentina sangat menghormati para dosen perguruan tinggi. Apalagi hampir semua presiden Argentina merupakan lulusan UBA tersebut.
Presiden Jokowi mempertanyakan kinerja pejabat Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi karena sedikitnya peguruan tinggi Indonesia yang masuk 500 besar dunia. Presiden Jokowi meminta pejabat kementerian dan rektor merespons kondisi tersebut dengan cepat.
Lalu apa yang bisa dilakukan perguruan tinggi Indonesia untuk memperbaiki peringkat universitas di Indonesia ini? Artinya uang bukan segala-galanya. Tetapi sikap masyarakat yang menghargai perguruan tinggi itu. Seharusnya perguruan tinggi perlu lebih percaya diri karena merupakan lembaga yang menghasilkan calon-calon pemimpin bangsa yang berintegritas.
Kita belum tahu apakah kualitas perguruan tinggi itu berdampak langsung terhadap kemajuan sumber daya manusia dan kemajuan suatu negara. Kita tidak tahu pasti apakah kualitas perguruan Singapura yang sudah masuk 20 besar dunia ini ikut membantu ekspornya yang mencapai 300 miliar dolar per tahun (2,4% dari ekspor dunia) sementara Indonesia hanya 167 miliar (0,9%). Atau Malaysia yang mampu mendatangakn 30 juta turis asing ke Malaysia tahun 2017 dengan rangking Universiti Malaya yang berada di urutan ke-114 sementara turis asing yang datang ke Indonesia tahun 217 hanya sekitar 15 juta.
Semoga Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi dan para rektor perguruan tingggi di Indonesia terpicu untuk bekerja lebih giat dan cerdas lagi untuk meningkatkan mutu perguruan tinggi kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H