Di sinilah dulu arsitek F Silaban dan pahlawan revolusi DI Panjaitan bersekolah di HIS, dan gedung itu dulu indah dengan kaca jendela berwarna-warni.Â
Fabian Januarius Kuwado pernah menulis dalam Kompas.com, 22 Februari 2016 berjudul "Kisah Friedrich Silaban, Anak Pendeta yang Rancang Masjid Istiqlal."Â
Disebutkan Friedrich Silaban lahir di Bonandolok, Sumatera Utara, 16 Desember 1912, dan bersekolah di Hollandsch Inlandsche School(HIS) atau setingkat Sekolah Dasar di Narumonda yang sekarang menjadi Kecamatan Siantar Narumonda, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara.
Gedung yang dibangun pemerintah penjajahan Hindia Belanda itu awalnya diperuntukkan bagi anak-anak kepala suku atau raja di kawasan Tapanuli. Gedung itu didirikan tahun 1919 dengan menggunakan gedung yang dulunya digunakan untuk anak-anak kepala suku tahun 1900 dan kemudian berubah menjadi seminari tahun 1907 (Jan Aritonang, Mission School in Batakland (Indonesia) 1861-1940, E.J. Brill, 1994).Â
Selain Friedrich Silaban yang lulus HIS tahun 1927, pahlawan revolusi  Mayjen TNI DI Panjaitan juga bersekolah di HIS itu. Demikian juga komponis nasional Amir Pasaribu.
Gedung itu hanya terbuat dari kayu namun sangat kokoh dan dulu megah seperti gedung sekolah di Eropa yang dilengkapi dengan jendela kaca berwarna-warni. Saat Jepang masuk tahun 1942, sekolah itu berhenti.
Di zaman kemerdekaan, gedung itu pernah digunakan sebagai Sekolah Dasar Negeri Nomor 1 Narumonda. Namun tidak berapa lama kemudian, gedung itu tidak digunakan lagi karena SD Negeri Nomor 1 Narumonda pindah tidak jauh dari gedung itu.Â
Gedung sekolah itu berada di pinggir  sungai Asahan di Sumatra, yang sering disebut Muhamad Radjab dalam bukunya "Semasa Kecil di Kampung" (Balai Pustaka, 1958).
Seperti apakah sekarang gedung tempat belajar arsitek Friedrich Silaban yang karya arsiteknya antara lain Gedung Bank Indonesia (1958), Gedung Pola (1960-1961), Gedung BNI (1960-1961), Departemen Kejaksaan (1961), Monumen Nasional, Stadion Utama Bung Karno, Monumen Pembebasan Irian Barat (1962), dan Markas Besar Angkatan Udara (1964). Karyanya yang paling fenomenal sekaligus melejitkan kariernya adalah Masjid Istiqlal (1955) itu?
Kini gedung tempat arsitek Friedrich Silaban belajar di HIS itu sudah tidak digunakan lagi dan sudah seperti gedung yang mau rubuh. Konon Gedung itu menjadi milik gereja HKBP namun HKBP juga tidak memanfaatkannya.
Seandainya keturunan arsitek Friedrich Silaban, pahlawan revolusi Mayjen TNI DI Panjaitan, atau komponis nasional Amir Pasaribu mau melihat Gedung sekolah dasar zaman Belanda itu mungkin mereka akan bersedih.