Mohon tunggu...
Jimmy Haryanto
Jimmy Haryanto Mohon Tunggu... Administrasi - Ingin menjadi Pembelajaryang baik

Pecinta Kompasiana. Berupaya menjadi pembelajar yang baik, karena sering sedih mengingat orang tua dulu dibohongi dan ditindas bangsa lain, bukan setahun, bukan sepuluh tahun...ah entah berapa lama...sungguh lama dan menyakitkan….namun sering merasa malu karena belum bisa berbuat yang berarti untuk bangsa dan negara. Walau negara sedang dilanda wabah korupsi, masih senang sebagai warga. Cita-cita: agar Indonesia bisa kuat dan bebas korupsi; seluruh rakyatnya sejahtera, cerdas, sehat, serta bebas dari kemiskinan dan kekerasan. Prinsip tentang kekayaan: bukan berapa banyak yang kita miliki, tapi berapa banyak yang sudah kita berikan kepada orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

KPK, Berikan Penghargaan kepada Artijo!

6 September 2018   10:07 Diperbarui: 6 September 2018   11:28 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak mudah memberantas korupsi di negeri yang menurut Gita Wirjawan selama 400 tahun sebagai penganut Budha, penganut Hindu selama 600 tahun, dan campuran antara Islam, 350 tahun dijajah Belanda dan Jepang, Kristen, serta kemerdekaan selama 700 tahun ini (The Jakarta Post, 6 September 2018).

Kita baru saja merayakan kemerdekaan yang ke-73 tanggal 17 Agustus 2018. Tidak semuanya selama 73 tahun ini buruk. 

Anggota Komisi Tiga Negara dari Australia Alm. Richard Kirby yang membantu posisi Indonesia melawan Belanda di awal kemerdekaan, pernah berceritera bahwa hingga tahun 1950an masih ada papan pengumuman di satu-satunya hotel di Jakarta yang bertuliskan "Harap pakai alas kaki" karena masih umum orang Indonesia tidak pakai sandal apalagi sepatu saat itu. 

Tentu sekarang ini bukan hanya masyarakat Indonesia sudah terbiasa pakai sepatu, hotelpun banyak dan di mana-mana ada; termasuk di daerah. 

Tapi dengan masih maraknya korupsi, dan kini tidak lagi dilakukan oleh presiden seperti di zaman Orde Baru/Pak Harto atau oleh menteri, tapi oleh pejabat di tingkat yang lebih rendah, seperti anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kotamadya Malang, menunjukkan bahwa kemajuan itu tidak senantiasa membawa hal baik bagi negeri kita. 

Hakim Agung Artijo Alkotsar yang dikenal sangat berani menjatuhkan hukuman berat bagi koruptor sudah pensiun. Semoga dengan tidak adanya Hakim Alkotsar di Mahkamah Agung jangan sampai dianggap sebagai kesempatan baik oleh para calon koruptor. Untuk itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  tidak ada salahnya dari waktu ke waktu memberikan penghargaan kepada tokoh anti korupsi. 

Untuk menjadi Hakim Agung itu sebenarnya tidak mudah. itu bukan hanya jabatan untuk mendapatkan uang, tapi kesempatan mulia untuk menentukan keadilan di seluruh negeri. Di AS misalnya pemilihan Hakim Agung itu benar-benar dianggap sebagai sesuatu yang luar biasa seperti terlihat dalam proses penentuan Hakim Agung AS yang baru Brett Kavanaugh oleh Senat tanggal 4 September 2018. 

Hingga sat ini KPK sudah mendapatkan dukungan luar biasa dari masyarakat dengan adanya operasi tangkap tangan (OTT). Namun KPK sebaiknya tidak hanya fokus pada penangkapan atau penghukuman, namun harus lebih giat dalam pencegahan korupsi. Pemberian penghargaan kepada tokoh anti korupsi merupakan salah satu upaya pencegahan karena masyarakat diingatkan akan perlunya menjadi anti korupsi. 

KPK bisa memberikan penghargaan kepada satu orang tokoh anti korupsi setiap tahun, tentu dengan kriteria yang bisa diterima oleh seluruh masyarakat. Jika KPK memberikan penghargaan kepada Hakim Agung Artijo Alkotsar misalnya itu akan menggugah para hakim untuk semakin berani menjatuhkan hukuman berat kepada para koruptor yang pada gilirannya akan membuat para pejabat publik tidak berani lagi melakukan korupsi walaupun diimingi dengan harta dan kekuasaan.

Politisi dan para aktivis juga harus lebih giat untuk memperbaiki undang-undang politik jika memang telah dianggap ikut menyuburkan praktik korupsi. Jangan sampai seluruh pejabat publik di negeri menganggap korupsi itu sebagai perbuatan biasa yang wajar dilakukan asal jangan tidak keterlaluan dan tidak ketahuan. Jika itu yang terjadi maka bukan mustahil negeri ini maju secara fisik namun merosot secara ahlak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun