Di depan Istana Negara sekelompok orang melakukan demonstrasi yang sangat tertib dan dikawal oleh beberapa orang Polisi.Â
Mereka berjalan di sepanjang Jalan Merdeka Barat mulai di depan gedung RRI hingga ke bundaran Bank Indonesia.
Mereka meneriakkan sesuatu namun dengan sangat sopan dan terlihat mereka sangat terpelajar.
Rupanya ada slogan yang pada intinya tidak setuju dengan kebijakan baru Menteri Perhubungan.Â
Langsung terpikir mengapa Menteri Perhubungan itu tidak meniru cara Jokowi waktu masih wali kota Solo yakni mengadakan konsultasi lebih dulu dengan para pendemo itu sebelum kebijakan dikeluarkan.
Rupanya Kementerian Perhubungan mengeluarkan peraturan mengenai taksi daring (dalam jaringan) atau taksi "online" untuk mengganti aturan lama yang dibatalkan Mahkamah Agung (MA).
Baguskah peraturan itu? Pastilah, sebab tidak mungkin seorang pejabat mengeluarkan peraturan yang tidak berpihak pada rakyat di zaman demokrasi ini.Â
Namun sudah merupakan keistimewaan sekaligus juga kecerdasan bagi pejabat jika peraturan yang dibuatnya itu mendapat dukungan dari masyarakat dan bukan protes atau demonstrasi.
Peraturan yang mengatur kendaraan daring (online) tersebut dikenal dengan Peraturan Menteri Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek atau PM 108.
Apa isinya? Antara lain mewajibkan kendaraan harus melakukan kir (keur) atau pengujian kendaraan bermotor agar memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan sehingag tidak membahayakan kepentingan masyarakat pengguna.Â
Tentu itu bagus. Namun jika dalam pelaksanaannya kir itu lama dan mahal, maka para pengemudi sudah antipasti duluan. Di sinilah peran para pejabat Kementerian Perhubungan yang memiliki sifat dan semangat membantu masyarakat tadi harus muncul.