Mohon tunggu...
Jimmy Haryanto
Jimmy Haryanto Mohon Tunggu... Administrasi - Ingin menjadi Pembelajaryang baik

Pecinta Kompasiana. Berupaya menjadi pembelajar yang baik, karena sering sedih mengingat orang tua dulu dibohongi dan ditindas bangsa lain, bukan setahun, bukan sepuluh tahun...ah entah berapa lama...sungguh lama dan menyakitkan….namun sering merasa malu karena belum bisa berbuat yang berarti untuk bangsa dan negara. Walau negara sedang dilanda wabah korupsi, masih senang sebagai warga. Cita-cita: agar Indonesia bisa kuat dan bebas korupsi; seluruh rakyatnya sejahtera, cerdas, sehat, serta bebas dari kemiskinan dan kekerasan. Prinsip tentang kekayaan: bukan berapa banyak yang kita miliki, tapi berapa banyak yang sudah kita berikan kepada orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pekerjaan Rumah Kita yang Sangat Mendesak

8 Desember 2017   16:14 Diperbarui: 8 Desember 2017   17:40 812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah hiruk pikuk pergantian Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari Jenderal TNI Gatot Nurmantyo kepada KSAU Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, dan reuni umat Islam 212 di lapangan Monumen Nasional (monas) serta pernyataan Presiden Amerika Serikta yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, ada pekerjaan rumah kita uang cukup besar di sektor pariwisata yakni mewujudkan kehadiran 20 juta turis asing ke Indonesia tahun 2019.

Boleh saja itu salah satu target pemerintahan di bawah Presiden Joko Widodo dan Menteri Pariwisata Arif Yahya, namun secara objektif harus diakui bahwa target itu sangat baik untuk masyarakat karena Badan Pariwisata Dunia (WTO) mengatakan dari setiap satu orang turis asing akan mendatangkan minimal seribu dolar untuk negara penerima. Namun menyerahkannya hanya kepada salah satu pihak seperti kepada pemerintah, tidak akan membawa hasil yang optimal. Bahkan walaupun seluruh aparat Kementerian Pariwisata atau kementerian terkait bekerja optimal, belum tentu menjadikan hasil yang terbaik.

Masyarakat dan pengusaha harus bisa lebih cerdas untuk mengambil keuntungan dari kehadiran para turis. Memang tugas utama pemerintahlah untuk menyediakan infrstruktur yang dibutuhkan masyarakat. Misalnya bandar udara internasional Silangit telah dibangun pemerintah untuk menunjang pariwisata Danau Toba. Namun masyarakat dan pengusaha tidak mungkin menikmati hasil optimal dari kedatangan turis jika mereka tidak cerdas dan kreatif.

Ada makanan khas yang diminati masyarakat bernama "ombus-ombus" di kota Siborongborong (sekitar 10 menit dari bandara Silangit) yakni makanan yang dibuat dari tepung beras yang secara khusus dengan gula aren yang khusus pula. Harga satu ombus-ombus dua ribu rupiah dan hanya satu toko yang membuatnya. 

Selama ini 700 buah setiap hari sudah merupakan prestasi bagi toko itu. Karena memang sudah mendapatkan 1,4 juta rupiah per hari atau sekitar 40 juta rupiah per bulan. Setelah bandara Silangit dibangun pemerintah, ternyata turis makin banyak dan permintaan untuk "ombus-ombus" juga meningkat. Sayangnya masyarakat atau pengusaha setempat tidak bisa memanfaatkan peluang itu. Suatu saat ada pengunjung yang membutuhkan dua ribu "ombus-ombus" dan pemilik toko dengan lugunya hanya mengatakan "tidak bisa" karena kemampuannya hanya 700 buah.

Seharusnya pengusaha (setempat) bisa membuat dua puluh atau seratus toko ombus-ombus sehingga bisa memenuhi permintaan yang makin meningkat. Kemasannya juga harus diperbaiki misalnya dibuat tempat yang bersih dan menarik seperti kotak bakpia di kota Yogyakarta. Berikutnya pemerintah atau kaum intelektual bisa membantu agar ombus-ombus itu bisa bertahan tiga hari atau seminggu sehingga para turis bisa membawanya sebagai oleh-oleh.  

Itulah gambaran betapa pentingnya semua pihak ikut berperan dalam mewujudkan pekerjaan rumah (PR) besar mendatangkan 20 juta turis ke Indonesia tahun 2019. Tentu hal itu bukan hal yang mustahil sebenarnya karena Thailand sudah menerima 34 juta turis dan Malaysia menerima 30 juta turis asing setiap tahunnya, padahal tempat wisata di Indonesia jauh lebih indah dan menarik. Tapi mengapa Indonesia tidak bisa menarik turis lebih banyak?

Semua pihak harus ikut berperan. Bukan saja semua kementerian dan lembaga di tingkat pusat, tapi juga pemerintah daerah dan pengusaha serta masyarakat. Brosur informasi wisata dalam semua bahasa asing penting di dunia misalnya sangat perlu sehingga mengetahaui apa yang bisa dilihat dan kapan sebaiknya datang dan di mana mereka tinggal serta berapa biaya yang diperlukan.

Itulah salah satu PR besar kita yang sangat mendesak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun