Mohon tunggu...
Jimmy Haryanto
Jimmy Haryanto Mohon Tunggu... Administrasi - Ingin menjadi Pembelajaryang baik

Pecinta Kompasiana. Berupaya menjadi pembelajar yang baik, karena sering sedih mengingat orang tua dulu dibohongi dan ditindas bangsa lain, bukan setahun, bukan sepuluh tahun...ah entah berapa lama...sungguh lama dan menyakitkan….namun sering merasa malu karena belum bisa berbuat yang berarti untuk bangsa dan negara. Walau negara sedang dilanda wabah korupsi, masih senang sebagai warga. Cita-cita: agar Indonesia bisa kuat dan bebas korupsi; seluruh rakyatnya sejahtera, cerdas, sehat, serta bebas dari kemiskinan dan kekerasan. Prinsip tentang kekayaan: bukan berapa banyak yang kita miliki, tapi berapa banyak yang sudah kita berikan kepada orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Peradilan Adat Papua Bukan Kampungan!

30 September 2017   04:25 Diperbarui: 30 September 2017   05:41 1088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Jumat, 29 September 2017 Kabid Humas Polda Papua Kombes Ahmad M Kamal, mengatakan kepada media, bahwa pihak Kepolisian tidak bisa berbuat apa-apa dengan penyelesaian secara adat kasus kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan korban tewas.

Kecelakaan tersebut terjadi di di Jalan Satuan Pemukiman 2, Timika Jaya. Hari Senin, 27 Juni 2017 lalu seorang warga Timika, Papua, Yahya Magal, menabrak Toni Tabuni, juga warga Papua, hingga tewas. 

Kasus ini sebenarnya sudah sempat ditangani Polres Mimika, namun masyarakat menghendaki penyelesaian secara adat.

Peradilan adat yang difasilitasi tokoh masyarakat suku Dani dan suku Amungme di Timika memutuskan bahwa Yahya Magai dinyatakan bersalah karena menabrak orang lain hingga meninggal. Akibat perbuatannya itu peradilan adat lebih lanjut menyatakan yang bersangkutan dihukum untuk membayar denda Rp 2 miliar dan 2 ekor babi ke keluarga korban.

Bagaimana Pemerintah harus menyikapi ini?

Di Amerika Serikat dan negara maju lainnya sistem ini dikenal dengan "tort" yakni pelaku kejahatan memberikan sejumlah uang yang sangat besar kepada keluarga korban dan orang yang melakukan kejahatan itu tidak perlu masuk penjara.

Bahkan di negara Arab yang menerapkan hukum Islampun dikenal juga istilah diyat yakni pelaku membayar jumlah yang sangat besar dengan tujuan agar kejadian seperti itu tudak terulang lagi.

Filosofinya bahwa tujuan peradilan itu adalah untuk menciptakan keadilan dan menghindari kejahatan di masa mendatang. Di samping itu seandainya pelaku masuk penjara, hampir tidak ada juga manfaatnya bagi keluarga korban.

Tentunya dalam kasus di Timika itu pihak Kepolisian bisa menghadiri upacara adat dengan tetap menegaskan agar masyarakat berhati-hati berlalu lintas dan menghindari kecelakaan. Sekiranya pelaku tidak memenuhi kewajibannya secara adat, maka pihak Kepolisian akan tetap memrosesnya untuk diajukan ke pengadilan.

Jadi peradilan adat di Timika itu bukan kampungan, negara majupun menerapkan itu!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun