Sebagaimana kita ikuti dari pemberitaan media, KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap hakim konstitusi yang juga mantan Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar. KPK mengamankan uang USD 20 ribu (Rp260 juta) dan SGD 200 ribu (Rp1,8 miliar) jadi total lebih dari Rp. 2 miliar dari tangan Patrialis.
Selain itu, KPK menyita dokumen pembukuan perusahaan, catatan-catatan dan aspek lain yang relevan dengan perkara, voucher pembelian mata uang asing, dan draf putusan perkara nomor 129/PUU-XIII/2015 yang merupakan nomor perkara uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Patrialis dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam kasus Akil Mochtar, dia hanya menyalahgunakan informasi dari para hakim konstitusi yakni setiap para hakim melaporkan rencana putusan Mahkamah Konstitusi kepada Ketua, maka Akil Moctar yang merupakan Ketua Mahkamah Konstitusi langsung menghubungi pemenangnya untuk mendapatkan uang imbalan seolah-olah atas upaya dialah maka putusan itu memenangkan perkara itu. Tapi Akil sesungguhnya tidak memengaruhi putusan Mahkamah Konstitusi.
Akibat perbuatannya itu Akil Mochtar dihukum seumur hidup. Kita masih menunggu apa kira-kira putusan pengadilan terhadap Patrialis Akbar ini.
Jika benar dalam kasus Patrialis Akbar, dia ikut memengaruhi, bahkan memberikan draft putusan kepada penyuap, dengan maksud mendapatkan uang atau materi, maka itu jauh lebih berat karena ikut memengaruhi keadilan atau putusan Mahkamah. Sangat disayangkan di era yang sudah mulai bersih dan niat tulus Presiden Jokowi untuk membuat negeri ini bebas korupsi, malah mantan Menteri Hukum dan HAM ini memberikan contoh yang mencoreng wajah keadilan dan peradilan di negeri ini.
Berhentilah korupsi hai para pejabat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H