Masih sering terdengar bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan pemberian atau gratifikasi hingga satu juta rupiah. Namun kalau di atas satu juta rupiah, maka pemberian atau gratifikasi itu harus dilaporkan oleh pejabat negara dalam waktu tiga puluh hari. Kalau lewat dari waktu itu dan ternyata nilai gratifikasi itu lebih dari sejuta rupiah, maka hal itu bisa dianggap korupsi.
Hal itu menunjukkan ketidak-tegasan KPK. Kenapa tidak dilarang saja setiap pejabat negara menerima gratifikasi? Di Jepang misalnya sangat ketat jika pejabat negara bertemu dengan tamu asing sering diingatkan tidak boleh bertukar cinderamata.
Suatu saat seorang pejabat menerima staf perusahaan  yang ternyata ingin memberikan  ipad terbaru seharga sekitar delapan juta rupiah. Pejabat itu tidak menerima dan melaporkannya ke KPK, tapi langsung menolaknya dengan cara sebaik mungkin agar staf perusahaan itu tidak tersinggung. Mengapa KPK tidak mendorong pejabat negara seperti itu saja?
Bila perlu KPK membuat pengumuman terbuka atau siaran pers bahwa pejabat negara dilarang menerima gratifikasi dalam bentuk apa pun yang terkait dengan jabatannya, dan itu sesuai dengan sumpah jabatan para pejabat negara. Dengan demikian tidak perlu lagi ada keraguan seperti yang dialami mantan Kepala SKK Migas Pof. Dr. Rudi Rubiandini yang merasa gratifikasi masih diperbolehkan di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H