Mohon tunggu...
jimmy pambudi
jimmy pambudi Mohon Tunggu... -

Dokter umum di RS. Khusus Jantung Binawaluya Mahasiswa S2 KARS 2014-present

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mahalnya Sebuah Senyuman di RS Pemerintah

1 Juni 2015   12:43 Diperbarui: 4 April 2017   18:06 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1433136843590399502

Bicara tentang masalah  pelayanan rumah sakit di Indonesia bagaikan sebuah cerita sinetron yang tidak ada habisnya, dari masalah pelayanan yang buruk sampai malpraktek dokter kerap menjadi headline dimedia massa  baik elektronik maupun cetak. Salah satu hal  yang selalu menjadi fokus pelayanan  adalah masalah keramahan tenaga kesehatan, terutama di rumah sakit pemerintah, disini hampir semua lini rumah sakit  menjadi sasaran tembak luapan kekecewaan para penikmat layanan tersebut.

Seperti contoh kutipan berita berikut ;

Sejumlah warga Majalengka, merasa kecewa dengan pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Majalengka. Mereka menganggap pegawai terutama tenaga perawat, sering menunjukkan sikap kasar, kurang ramah kepada keluarga pasien” http://www.cirebontrust.com

“Apakah gerangan yang terjadi pada para tenaga kesehatan kita?”

“Kemanakah sifat ketimuran bangsa Indonesia yang terkenal ramah itu?”  

“Sedemikian mahalkah harga yang harus dibayar untuk mendapatkan sebuah senyuman?”

“Apakah ini murni kesalahan para tenaga kesehatan di rumah sakit?”

Pertanyaan-pertanyaan yang menggelitik ini menjadi salah satu latar belakang penulis mempunyai pertanyaan lain, “Seperti inikah kualitas SDM kesehatan kita?”

Berdasarkan laporan World Economic Forum (WEF, 2014) yang dikutip dari www3.weforum.org, peringkat daya saing Indonesia berada pada peringkat 38 dan masih lebih rendah bila dibandingkan dengan beberapa negara tetangga seperti Singapura (peringkat 2), Malaysia (peringkat 24), dan Thailand (peringkat 37).

Sekilas hal ini tentu saja mencerminkan gambaran dari kualitas SDM kita, dimana beberapa parameter yang digunakan dalam mengukur daya saing secara global adalah Pendidikan dasar, Pendidikan tinggi dan Pelatihan, serta Efisiensi tenaga kerja. Selain itu penulis secara pribadi mempunyai sedikit pandangan lain yaitu bahwa “sikap mental dan karakter” tenaga kerja Indonesia inilah yang memegang peranan penting dalam menentukan kualitas SDM kita.

Sehubungan dengan maraknya anggapan bahwa SDM dibidang kesehatan, khususnya di rumah sakit pemerintah sangat rendah, penulis mencoba menelusuri akar permasalahan secara obyektif.

Sejak tahun 2014 Indonesia menganut sistem BPJS secara nasional, salah satu perubahan signifikan yang terjadi di pusat-pusat layanan kesehatan pemerintah adalah membludaknya pasien rawat jalan maupun rawat inap terutama di rumah sakit rujukan, dimana semua masyarakat kini mempunyai akses  ke sarana kesehatan.

Hal ini tentu membuat kewalahan  pihak rumah sakit dari bagian pendaftaran, farmasi, laboratoium, sampai bagian perawatan, semua terkena imbasnya, “dalam keadaan biasa saja sudah ruwet melayani pasien di rumah sakit pemerintah, apalagi sekarang!...”(mungkin ini pikiran para pekerja di rumah sakit pemerintah)

Beberapa sumber mengatakan bahwa membludaknya pasien di rumah sakit rujukan BPJS selain karena akses yang terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia, namun juga terjadi antara lain karena ;

Pemerintah kurang mempersiapkan diri dalam menerapkan konsep BPJS, Tenaga kesehatan dilayanan primer cenderung langsung merujuk pasien-pasien BPJS ke rumah sakit walaupun sebenarnya bisa ditangani sendiri (sehubungan dengan kecilnya klaim dari BPJS), dan Pengawasan dari pihak BPJS yang tidak maksimal. Sehingga membludaknya pasien di rumah sakit rujukan BPJS ini menyebabkan beban kerja meningkat secara signifikan sehingga dalam melakukan pelayanannya para tenaga kesehatan sulit untuk bersikap ramah.

Apakah membludaknya pasien hanya satu-satunya penyebab tenaga kesehatan jadi susah tersenyum dan bersikap ramah?... No way..! Kembali kepada mental dan karakter tenaga kerja yang harus diperbaiki..!

So,  ujung-ujungnya ya perawat, dokter, dan tenaga administrasi di rumah sakit pemerintah sudah jelas sebagai kambing hitam..!

Nanti dulu…. Penulis hanya berusaha mengingatkan, Mereka juga manusia, mereka butuh dihargai, mereka butuh dimengerti, dan mereka butuh diperhatikan…

100 pasien datang ke rumah sakit berarti  200 pekerjaan yang harus diselesaikan petugas administrasi, 200 masalah yang harus diselesaikan dokter, dan  200 orang yang harus dilayani perawat... Honor semakin kecil, resiko meningkat, dan kerja bertambah Mungkin hanya profesi dibidang kesehatan yang harus menghadapi hal ini.

Sudahkah mereka kita hargai? Sudahkah pemerintah memperhatikan mereka..?

Kesimpulan penulis, seberapa mahal harga yang harus kita bayar untuk mendapatkan sebuah senyuman di rumah sakit pemerintah ?...

SANGAT  MAHAL….! Perlu Revolusi Mental Pak Jokowi diberbagai sisi,

Revolusi mental SDM di pemerintahan sebagai pembuat kebijakan di bidang kesehatan agar kebijakan yang ditetapkan tidak semrawut dan terkesan asal jadi saja, dan dibidang pendidikan untuk menciptakan tenaga-tenaga kesehatan dengan mental dan karakter yang baik, dan terutama perbaikan system dalam menjamin kesetahteraan para tenaga kesehatan di era BPJS ini.

Revolusi mental SDM kesehatan, sejak awal pendidikan sampai terjun dimasyarakat sebagai tenaga kesehatan yang melayanai masyarakat harus lebih ikhlas lagi dan harus berkomitmen bahwa melayani dengan senyum keikhlasan adalah sebuah Ibadah.

Yang terakhir… Revolusi mental para pengguna layanan kesehatan, agar lebih menghargai para tenaga kesehatan yang sudah mengabdikan hidupnya untuk kesehatan kita semua.

Akhir kata,  Sebuah senyuman di rumah sakit pemerintah memang semahal sebuah Revolusi Mental secara massal di Indonesia.!

Salam....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun