Menilik pernyataan kubu Jokowi tentang "Hanya kecurangan yang dapat mengalahkan Jokowi-JK" tentu kita tidak bisa lepaskan dari cara pandang Capres Jokowi terhadap Pilpres itu sendiri.
Mari kita melihat cara pandang Capres Jokowi terhadap Pilpres ini.
- “JOKOWI-JK HANYA TUNDUK KEPADA KEHENDAK RAKYAT DAN KONSTITUSI”. Intinya adalah: terpilih ataupun tidak terpilih dalam Pilpres, keduanya adalah kehendak rakyat, dimana Jokowi-JK tunduk kepada kehendak rakyat dan konstitusi.
- Capres Jokowi melihat Pilpres bukan sebatas persoalan KALAH dan MENANG, namun lebih kepada persoalan melaksanakan KEHENDAK RAKYAT DAN KONSTITUSI. Pihak yang tidak terpilih adalah juga merupakan bagian dari rakyat, sedangkan pihak yang terpilih memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan kehendak rakyat dan konstitusi.
- Capres Jokowi memilki pandangan bahwa jika Jokowi-JK terpilih nanti, kemenangan ini bukanlah kemenangan Jokowi-JK, tetapi kemenangan seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini Capres Jokowi ingin menegaskan, bahwa sesungguhnya TIDAK ADA YANG PIHAK YANG DIKALAHKAN DALAM PILPRES INI.
Cukup 3 point itu saja dulu yaa.. :)
Nah, jika kita cermati ketiga point diatas, maka kita akan dengan jelas mengerti konteks penyataan kubu Jokowi tersebut. Maka kita akan mengerti kenapa menggunakan kata "HANYA, kemudian "KECURANGAN" seperti apa yang dimaksud, dan apa "KEKALAHAN" yang dimaksud. Mari kita cermati:
- "KECURANGAN" yang dimaksud adalah pengingkaran terhadap kehendak rakyat dan konstitusi. Hal ini sejalan dengan pandangan Capres Jokowi yang "HANYA TUNDUK KEPADA KEHENDAK RAKYAT DAN KONSTITUSI". Pelaksanaan seluruh rangkaian proses Pilpres yang mengkebiri kehendak rakyat dan bertentangan dengan konstitusi adalah bentuk kecurangan yang dimaksud.
- "KEKALAHAN" yang dimaksud bukanlah persoalan terpilih dan tidak terpilih, karena siapapun yang terpilih, kemenangan itu adalah kemenangan rakyat Indonesia. Hal ini juga sejalan dengan pandangan Capres Jokowi bahwa "TIDAK ADA PIHAK YANG DIKALAHKAN DALAM PILPRES INI". Dengan demikian menjadi jelas bahwa "KEKALAHAN" yang dimaksud bukanlah kondisi terpilih atau tidak terpilih Jokowi-JK sebagai Presiden dan Wakil Presiden, namun merupakan kondisi DITETAPKANNYA PRESIDEN (DAN WAKIL PRESIDEN) SECARA INKONSTITUSIONAL DAN BERTENTANGAN DENGAN KEHENDAK RAKYAT. Karena bagi Capres Jokowi, kondisi tidak terpilih dalam Pilpres pun bukan merupakan suatu kekalahan. Karena ketundukan Capres Jokowi kepada kehendak rakyat dan konstitusi semakin menegaskan pandangannya bahwa "TIDAK ADA PIHAK YANG KALAH DALAM PILPRES INI".
- Pemilihan kata "HANYA" semakin menegaskan bahwa itulah satu-satunya kondisi yang dapat menyebabkan kekalahan Jokowi-JK. Kondisi yang dimaksud bukanlah terpilih atau tidak terpilihnya sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Tetapi kondisi yang bertentangan dengan kehendak rakyat dan konstitusi. Tidak ada kondisi yang lain..!!!
Dengan demikian, pernyataan "HANYA KECURANGAN YANG DAPAT MENGALAHKAN JOKOWI-JK" dapat dimaknai sebagai:
"SATU-SATUNYA KONDISI DIMANA JOKOWI-JK MERASA KALAH ADALAH PADA SAAT PENGANGKATAN PRESIDEN (DAN WAKIL PRESIDEN) DILAKUKAN SECARA INKONSTITUSIONAL SEBAGAI AKIBAT DARI DIINGKARINYA KEHENDAK RAKYAT"
Saya rasa jika hal itu memang benar-benar terjadi, yang "KALAH" tidak hanya Jokowi-JK, melainkan "KITA" rakyat Indonesia.
Akhirnya saya ingin katakan begini,
Segala sesuatu itu tidak hanya harus ditujukan kearah yang TEPAT, namun juga harus dilakukan dengan cara yang BENAR.
Agama saya (ISLAM) mengajarkan bahwa dalam memahami suatu Ayat, tidak hanya dilihat secara huruf, kata, dan kalimat (Nahwu Sharaf), namun juga hendaklah juga dikaji sebab-sebab turunnya ayat tersebut (Asbabun Nuzul).
Begitu juga halnya dengan sebuah pernyataan. Tidak hanya dimengerti secara tekstual, namun juga harus dipahami secara kontekstual.