Istilah typo sudah familiar di masyarakat terutama bagi pengguna medsos.
Biasanya kita tidak terlalu mempermasalahkan typo karena typo dianggap sebagai kesalahan kecil dan tidak disengaja, walaupun bisa saja typo tersebut menimbulkan kesalahpahaman. Asal masih bisa terbaca dan menangkap artinya, tidak ada masalah.
Tapi sebenarnya typo adalah musuh besar bagi para penulis, di Kompasiana ini misalnya. Karena dengan banyaknya typo maka akan sangat menjengkelkan pembaca dan membuat kita terlihat tidak profesional serta tulisan kita terlihat meragukan. Penulis benar-benar harus teliti memeriksa hasil tulisannya agar tidak ada typo.
Typo sejatinya merupakan suatu singkatan dari typographical error yang berarti kesalahan dalam penulisan pada suatu kata atau kalimat. Atau nick name-nya dalam Bahasa Indonesia adalah "salah ketik".
Aplikasi WhatsApp baru-baru ini sudah menyediakan menu edit text yang telah kita kirim. Ini artinya WhatsApp menyadari bahwa typo adalah sesuatu yang tidak baik untuk sebuah tulisan.
Sedangkan untuk penulisan di MS Word atau Google Keyboard, sudah lama kita kenal adanya menu auto-correct. Walaupun demikian tidak semua kata-kata harus diubah sesuai kaidah bahasa sehingga kebanyakan kita menonaktifkan auto-correct.
Penyebab typo bisa macam-macam, misalnya: terlalu cepat mengetik, kurang fokus, kurang terampil, tidak tahu ejaan yang benar atau tidak memeriksa kembali tulisan dengan cermat.
Akibat dari typo juga banyak, selain menjengkelkan pembaca, typo juga bisa berakibat fatal dalam hal penulisan dokumen resmi (KTP, BPKB dan surat berharga lain), dokumen negara, dokumen perusahaan, tempat-tempat umum atau dalam penulisan Curriculum Vitae (bisa-bisa tidak diterima bekerja).
Bahkan Kompas di tahun 2017 pernah menurunkan dua tulisan tentang akibat dari typo dengan judul "Gara-gara Typo, Sebagian Internet Dunia Tumbang" dan "Gara-gara Typo Satu Huruf, Hacker Curi Rp 5,8 Miliar".