"Bahaya Jo ... bangunan mau runtuh".
Aku tidak peduli, tujuanku hanyalah bagaimana menyelamatkan pak Siswanto dilantai tiga.
Tiba dilantai tiga, aku segera menyingkirkan reruntuhan atap bangunan yang menimbun pak Siswanto. Ajaibnya Pak Siswanto hanya cedera ringan dan berhasil aku evakuasi.
"Kamu bodoh sekali, menolong aku ... bangunan sudah colaps tau!"
"Bapak bisa berjalan kan?" Aku tidak memperdulikan makian pak Siswanto. "Cepat bapak jalan duluan, aku jaga bapak dari belakang"
Baru beberapa langkah, kudengar suara bergemuruh, suara tembok bangunan disamping pak Siswanto yang runtuh, aku dorong pak Siswanto agar terhindar dari bahaya, tapi sial ... kepalaku malah kena runtuhan tembok, sontak aku terjatuh. Reruntuhan demi reruntuhan menimpa tubuhku. Bara api-pun menjalar disekitarku.
"Bejoooo ...", teriak pak Siswanto.
*
Kakiku tidak bisa digerakkan, tubuhku luar biasa sakit, kepalaku pusing sekali ... darah mulai mengucur dari mulut dan hidungku. Panas ... panas sekali api yang ada disekelilingku. Sepertinya baju tahan api yang kukenakan tidak lagi melindungi diriku. Aku ingin sekali berteriak tapi kenapa tidak bisa.
 Oh Tuhan, tanganku mulai membara, ah .. rasanya luar biasa panas. Pusing dikepala sudah tidak kurasakan lagi, kini panas bara api yang kurasakan disekujur tubuhku ...
Sesaat kemudian aku tidak merasakan apa-apa lagi, hanya hawa sejuk menyelimuti diriku.Â