Peristiwa-peristiwa berikutnya membuat diriku semakin matang.Â
Rintangan yang ada selama kami berjibaku memadamkan api kebakaran, satu persatu berhasil kami lewati. Kami merasa puas dan bangga sekali bisa membantu orang yang dalam kesusahan, tak jarang kami berteriak kegirangan dan bernyanyi bersama setelah berhasil memadamkan api. Pokoknya, ada suatu kepuasan bathin.
Terlebih ketika aku dan pasukanku tengah duduk letih di pinggir jalan usai pemadamaman di daerah Tanah Abang.
Tiba-tiba seorang perempuan menghampiri kami sambil memberikan sebungkus gorengan. Seorang gadis cantik memberikan bungkusan sambil mengucapkan terima kasih kepada kami dan berlalu begitu saja, sungguh suatu kebanggaan di tengah cacian warga yang tak puas dengan kinerja pemadam kebakaran, masih ada saja orang yang peduli dengan kami.
*
Malam itu aku kebagian jatah piket di Kantor Sudin Damkar. Pukul 23.00 WIB, telepon berdering, ternyata ada laporan kebakaran di Gunung Sahari.Â
Segera aku bunyikan sirine dan kami pun langsung bergegas menuju TKP.
Gumpalan asap sudah membumbung tinggi saat itu. Api telah menghanguskan beberapa bangunan ruko disana. Pasukan kami dengan sigap menurunkan selang air menuju titik api. Saat itu sangat kacau karena banyak warga yang mengungsi. Sebagian meminta petugas menyiram rumah mereka agar api tidak merambat.
Tugasku sebagai tim penyelamat segera menerobos kedalam ruko. Pintu rolling door berhasil kami bongkar kamipun segera memeriksa kondisi lantai satu.Â
Tidak ada apapun disana. Pak Siswanto menunjuk aku untuk mendampinginya ke lantai dua, yang lainnya stand by ditempat. Kami hanya punya waktu 10 menit untuk evakuasi korban.Â
Kamipun segera naik ke lantai dua dengan formasi beriringan saling melindungi. Secara naluriah, korban kebakaran ruko biasanya naik ke lantai yang lebih tinggi dan berlindung di kamar mandi.