Mohon tunggu...
Andri S. Sarosa
Andri S. Sarosa Mohon Tunggu... Insinyur - Instruktur, Trainer, Konsultan Sistem Manajemen + Bapak yang bangga punya 5 Anak + 1 Istri

Insinyur lulusan Usakti

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Audit Halal di Tengah Pandemi Covid-19

22 September 2020   10:33 Diperbarui: 22 September 2020   11:05 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Doc Pribadi/gambar asli: ikm-disperindag.kepriprov.go.id

Awal September 2020 lalu, Republik ini heboh dengan pro-kontra soal rencana Sertifikasi Ulama oleh Kementrian Agama. Netizen yang maha benar dengan segala kekurangannya malah mengkait-kaitkan dengan masalah Sertifikasi Halal dari MUI. Alhasil dunia medsos sempat kacau balau dengan silang pendapat mereka karena sudah merembet kemana-mana. Sesuatu yang diblow-up di medsos, hasilnya luar biasa memang.

Saya sih ngga' peduli sebenarnya tapi berhubung saya lagi ditugaskan oleh Big Bos untuk mendapatkan Sertifikasi Halal untuk Perusahaan tempat saya bekerja maka beberapa kicauan di Twitter coba saya luruskan berdasarkan data-data dan aturan perundangan yang saya pahami, Alhamdulillah beberapa Netizen sedikit-sedikit memahami tentang aturan Sertifikasi Halal tersebut.

**

Awal mula ide untuk mendapatkan Sertifikasi Halal ini dilontarkan oleh Big Bos saya yang notabene berkewarganegaraan Jepang pada tahun 2018.

Kaget juga mendengarnya saat itu karena sebagai orang Jepang dan di Perusahaan PMA Jepang yang hanya memproduksi Packaging (Kotak Boks) untuk produk-produk elektronik, kok kepikiran dengan Sertifikat Halal ya?

Big Bos menjelaskan bahwa suatu saat visi kita akan berubah dengan memproduksi Packaging untuk makanan, obat-obatan dan kosmetik. Nah jika isi produknya (makanan/obat-obatan/kosmetik) Halal, masa Packingnya (Boksnya) tidak Halal? Walaupun Packaging-nya tidak bisa dimakan tapi akan lebih sempurna jika keseluruhan produk tersebut dijamin Halal, tegasnya.

Sebagai bawahan yang beragama Islam, Saya jadi semangat punya Bos futuristik kayak gini. Walaupun ujung-ujungnya untuk kepentingan bisnis tapi visi yang jauh kedepan ini patut dihargai.

Setelah itu kemudian saya mulai mencari informasi tentang bagaimana caranya untuk mendapatkan Sertifikat Halal untuk dua buah Pabrik besar yang berada di daerah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat dan di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.

Pada 31-Jan-2019, saya juga menyempatkan diri untuk mampir ke LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia) di Bogor untuk berdiskusi tentang rencana Sertifikasi Halal ini. Sambutan dan penjelasan para staff LPPOM MUI sungguh memuaskan sehingga kamipun paham dengan apa yang harus kami lakukan.


Setelah mempertimbangkan segala sesuatunya, akhirnya saya memutuskan untuk mengadakan Training Halal secara in-house (didalam pabrik) sebagai salah satu persyaratan Sertifikasi Halal dengan mendatangkan Trainer dari Indonesia Halal Training & Education Center (IHATEC) dari MUI. Dengan demikian jumlah pesertanya bisa kami tentukan sendiri. Jika ikut training di IHATEC Bogor maka biaya training akan lebih mahal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun