Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Seandainya Saya Adalah Presiden Jokowi

24 Januari 2015   00:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:29 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

KPK hadir karena korupsi disepakati sebagai kejahatan terkutuk yang sungguh menyusahkan begitu banyak orang dan berlapis-lapis generasi. Setelah rezim Orde Baru dibawah kepemimpinan Soeharto yang dituding sebagai biang kerok yang menyuburkannya tumbang, KPK adalah jalan yang dipilih Indonesia untuk mempercepat penumpasannya. Siapapun tak bisa menyangkal bahwa kehadiran lembaga ad hoc itu sangat diperlukan. Institusi penegak hukum yang ada - Kepolisian dan Kejaksaan - dianggap tak memadai bahkan tak mampu. Maka sejak hari pertama keberadaannya, KPK beserta insan-insan yang mengelola dan melakoninya menjadi musuh utama dan berjemaah bagi begitu banyak pihak yang sebelumnya sudah terbiasa memuja dan menikmati budaya korupsi itu, dan berkeinginan terus melestarikannya.

Soeharto tumbang dan sebagian operator jaringan kekuasaannya ikut tenggelam terutama yang berada pada lapisan pertama dan terdekatnya. Sebagian yang lain ada yang sekedar menyelam sejenak untuk kemudian muncul dan beraktivitas kembali seperti sedia kala seolah semua yang terjadi sebelumnya tak pernah ada. Sebagian ada yang bermetamorfosa sesuai dengan tuntutan gaya hidup republik mutakhir paska kejatuhan Soeharto tapi dengan iktikad kuat untuk menyuburkan kembali semangat korupsi-kolusi-nepotisme yang sudah menjadi darah dan dagingnya. Sebagian lagi adalah varietas baru yang selama ini tertindih dan menyimpan dendam untuk melakukan hal yang sama ketika gilirannya datang.

Korupsi-kolusi-nepotisme terlanjur lahir sebagai warisan budaya yang dengan terang-terangan atau sembunyi-sembunyi, penuh kenekadan atau malu-malu kucing, sendiri-sendiri atau berjamaah, telah merasuk alam bawah sadar dan menjadi keyakinan begitu banyak masyarakat kita. Jadi tak perlu heran jika tunas-tunas baru yang hadir dan tumbuh paska 1998 menebar seluas bumi pertiwi ini.

***

Kepolisian bukan terlihat bersyukur - apalagi berterima kasih - dengan sepak terjang KPK yang berulang kali mengundang decak kagum masyarakat atas prestasi-prestasinya memberantas korupsi, tapi justru uring-uringan dan bersikap bermusuhan terutama ketika kasus yang ditangani melibatkan petinggi institusi yang tugas pokoknya melindungi dan melayani masyarakat itu. Penangkapan Bambang Widjojanto yang merupakan salah satu Komisioner KPK pada Jumat (23 Januari 2015) pagi ini bukanlah kali pertama yang mempertontonkan superioritas fobia institusi Polri. Terkait atau tidak, masyarakat memang semestinya menduga jika tindakan itu sebagai akibat dari gonjang-ganjing yang menyebabkan tersendatnya pemilihan orang pertama lembaga itu. Di penghujung hari KPK justru menetapkan status tersangka kepada Budi Gunawan yang sudah ditetapkan Presiden Jokowi sebagai satu-satunya calon yang diusulkannya. Presiden urung mengangkatnya meski DPR telah memberikan persetujuan.

Sebelumnya, hal sama atau hampir sama telah berulang kali dipertontonkan Polri jika kasus yang ditangani KPK bergesekan dengan petinggi-petingginya. Maka seandainya saya hari ini adalah Presiden Republik Indonesia, tak ada kata lain selain mengatakan cukup adalah cukup! Sikap dan keputusan mendasar harus dan perlu saya lakukan.

Inilah langkah-langkah yang akan saya lakukan :

Pertama, saya akan ajak rapat seluruh kabinet dan menyampaikan :


  1. Apa yang dilakukan Kepolisian terhadap Komisioner KPK Bambang Widjojanto adalah tontonan kesemena-menaan yang tidak menghormati dan menghargai bangsa Indonesia termasuk kepemimpinannya. Kita mengetahui bahwa hal ini bukan kali pertama tapi untuk kesekian kalinya. Jika pertama kali dan hanya sekali mungkin dapat kita maklumi sebagai kekhilafan. Itupun dengan iktikad nyata agar tidak berulang sehingga menimbulkan keresahan yang tidak diperlukan ditengah kerja keras yang harus kita lakukan untuk mengejar ketertinggalan dan menunaikan janji-janji kepada masyarakat. Tapi jika terus-menerus mengulang tingkah dan gaya yang sama, tingkah dan gaya yang sesungguhnya tidak terpuji itu, menandakan adanya sebuah keyakinan yang mendasar, janggal dan tidak pada tempatnya di dalam tubuh korps institusi Kepolisian Republik Indonesia itu. Tragedi penangkapan Komisioner KPK Bambang Widjojanto pagi tadi bahkan dibawah perintah dan kendali langsung dari petinggi institusi Kepolisian itu.
  2. Setelah pemisahan Kepolisian Republik Indonesia dari Tentara Nasional Indonesia - dulu kita kenal sebagai Angkatan Bersenjata Republik Indonesia - lembaga tersebut memang berada langsung di bawah Presiden. Meski demikian, akibat sejumlah kelemahan atau kejanggalan pada sistem organisasi serta tugas pokok dan fungsinya, institusi tersebut sulit melakukan pembenahan dan bergerak maju sesuai tuntutan perkembangan bangsa kita hari ini. Salah satunya adalah dalam hal pengawasan. Tugas pokok dan fungsi mereka sebagai pelaksana penyidikan tidak akan mudah dijalankan jika kasusnya melibatkan kalangan internal.
  3. Kehadiran polisi yang sungguh-sungguh melindungi dan melayani masyarakat adalah sebuah keniscayaan. Maka kita perlu mewujudkannya senyata mungkin dengan mengalihkan Kepolisian Daerah langsung berada kendali organisasi Pemerintahan Daerah. Dengan demikian saya putuskan pengawasan Kepolisian berada langsung di bawah pengawasan Menteri Dalam Negeri. Hal-hal yang bersifat khusus seperti Pemberantasan Narkoba ataupun terkait dengan kepentingan strategis skala Nasional seperti Terorisme berada langsung di bawah Menkopolhukam.
  4. Pengalihan ini bukan pekerjaan yang mudah. Sejak reformasi Tentara Republik Indonesia telah ditarik kembali ke barak agar bisa fokus untuk memperkuat pertahanan dan keamanan negara. Apa yang kita alami dengan institusi Kepolisian Republik Indonesia hari ini adalah sebuah krisis dari krisis itu sendiri. Korupsi-kolusi-nepotisme telah dimaklumi luas sebagai krisis utama yang menggerogoti kemampuan bangsa ini untuk melangkah maju meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Langkah dan tindakan berulang institusi Kepolisian terhadap Komisioner lembaga yang sejauh ini kita yakini kredibilitas dan profesionalismenya menunjukkan sekaligus membuktikan adanya krisis kepemimpinan di lembaga tersebut. Semua ini sangat berpotensi mengganggu keamanan Nasional. Oleh karena itu, saya menginstruksi Panglima Tentara Republik Indonesia melalui jajaran organisasi teritorialnya untuk sementara waktu mengambil alih kepemimpinan kepolisian di daerah dan menyiapkan dan mengawalnya hingga bisa seutuhnya mandiri dan diserahkan sepenuhnya kepada kepemimpinan daerah masing-masing. Proses pengalihan dan persiapan itu saya beri waktu selambat-lambatnya 3 tahun sejak keputusan dan instruksi ini saya tetapkan.
  5. Sehubungan dengan itu, kepemimpinan di tingkat pusat yang terkait dengan pengelolaan dan pengembangan organisasi Kepolisian Daerah ditiadakan. Sumberdaya yang bisa dan dapat bekerja sama agar diakomodasi pada lembaga-lembaga kepolisian yang berada di bawah kepemimpinan Menteri Dalam Negeri ataupun Menteri Koodinator Politik Hukum dan Keamanan.
  6. Saya instruksi Menteri Pendaya Gunaan Aparatur Negara untuk secepat mungkin menyusun organisasi dan menjabarkan uraian tugas dan tanggung-jawab yang berkaitan perubahan-perubahan yang saya sampaikan di atas.
  7. Kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Jaksa Agung saya instruksikan untuk menyiapkan semua landasan hukum dari langkah yang akan saya ambil ini dalam tempo 24 jam sejak sekarang. Rumusan yang disiapkan akan kita konsultasikan dengan Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Mahkamah Konstitusi.


Kedua, terkait keputusan-keputusan mendasar yang saya sampaikan pada Rapat Kabinet tersebut, untuk menjamin stabilitas dan keamanan Nasional, maka saya akan menetapkan keadaan Darurat untuk sementara waktu. Hal tersebut agar seluruh keputusan saya selama proses persiapan dapat terlaksana cepat dan tidak diganggu oleh berbagai kepentingan politik.

Ketiga, saya akan mendatangi DPR meminta kesempatan untuk menyampaikan keputusan-keputusan saya di atas. Saya berharap mereka dapat memakluminya karena saya akan menyampaikan tekad dan janji bahwa saya tidak akan maju mencalonkan diri untuk pemilihan Presiden yang akan datang. Oleh karena itu, dalam periode 5 tahun kepemimpinan saya ini, berbagai hal mendasar akan saya pastikan berjalan dan terlaksana sehingga Presiden pada masa-masa berikutnya setelah saya dapat lebih mudah melanjutkan, mengembangkan, ataupun menggagas hal-hal inovatif, kreatif, dan produktif bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia.

***

Mungkin itu sebabnya saya bukan Presiden Jokowi ya? :)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun